BAYI HIPERBILIRUBINEMIA
A. Batasan-Batasan
1.
Ikterus Fisiologis
Ikterus
pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut
(Hanifa, 1987):
·
Timbul pada hari kedua-ketiga
·
Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam
tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
·
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak
melebihi 5 mg % per hari
·
Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
·
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
·
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan
patologis tertentu
2.
Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah
suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan
baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin
mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3.
Kern Ikterus
Adalah
suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama
pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus
Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar
Ventrikulus IV.
D. Etiologi
- Peningkatan produksi :
·
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang
terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
·
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
·
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu
seperti gangguan metabolik yang terdapat
pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
·
Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat
Dehidrogenase.
·
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya
pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
·
Kurangnya
Enzim Glukoronil Transeferase ,
sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
·
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
- Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
- Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis.
- Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
- Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
E . Metabolisme
Bilirubin
Segera
setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut
dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah
larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari
besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin
(Albumin binding site).
Pada
bayi yang normal dan sehat serta cukup
bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang
memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Diagram Metabolisme Bilirubin
|
ERITROSIT
|
|
|
HEMOGLOBIN
|
|
|
HEM
|
GLOBIN
|
BESI/FE
|
BILIRUBIN
INDIREK
(
tidak larut dalal air )
|
Terjadi
pada
Limpha,
Makofag
|
|
BILIRUBIN
BERIKATAN DENGAN ALBUMIN
|
Terjadi
dalam
plasma
darah
|
|
MELALUI
HATI
|
|
|
BILIRUBIN
BERIKATAN DENGAN GLUKORONAT/ GULA RESIDU
BILIRUBIN DIREK
(
larut dalam air )
|
Hati
|
|
BILIRUBIN
DIREK DIEKSRESI KE KANDUNG EMPEDU
|
Melalui
Duktus
Billiaris
|
|
KANDUNG
EMPEDU KE DEUDENUM
|
|
|
BILIRUBIN
DIREK DI EKSKRESI MELALUI URINE & FECES
|
|
F. Patofisiologi
Hiperbilirubinemia
Peningkatan
kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan
pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada
bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada
derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah
tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi
terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia (
AH, Markum,1991).
G. Penata Laksanaan
Medis
Berdasarkan
pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
1.
Menghilangkan Anemia
2.
Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit
Tersensitisasi
3.
Meningkatkan Badan Serum Albumin
4.
Menurunkan Serum Bilirubin
Metode
therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti,
Infus Albumin dan Therapi Obat.
Fototherapi
Fototherapi
dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum)
akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin
dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari
jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin
kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil
Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan
melalui urine.
Fototherapi
mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara
umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti
atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1.
Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2.
Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3.
Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau
24 jam pertama.
4.
Tes Coombs Positif
5.
Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada
minggu pertama.
6.
Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48
jam pertama.
7.
Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8.
Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9.
Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk
:
1.
Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2.
Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3.
Menghilangkan Serum Bilirubin
4.
Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
Pada
Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2
hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A
dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
Therapi Obat
Phenobarbital
dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi).
Colistrisin dapat mengurangi
Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
Enterohepatika.
Penggolongan
Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam
pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24
jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:
·
Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan
lain.
·
Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma,
Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
·
Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
·
Kadar Bilirubin Serum berkala.
·
Darah tepi lengkap.
·
Golongan darah ibu dan bayi.
·
Test Coombs.
·
Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi
Hepar bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72
jam sesudah lahir.
·
Biasanya Ikterus fisiologis.
·
Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal
ini diduga kalau kenaikan kadar
Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg%
per 24 jam.
·
Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain
juga masih mungkin.
·
Polisetimia.
·
Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan
subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub
kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan
peningkatannya cepat maka pemeriksaan
yang perlu dilakukan:
·
Pemeriksaan darah tepi.
·
Pemeriksaan
darah Bilirubin berkala.
·
Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
·
Pemeriksaan lain bila perlu.
3.
Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
·
Sepsis.
·
Dehidrasi
dan Asidosis.
·
Defisiensi
Enzim G6PD.
·
Pengaruh obat-obat.
·
Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4.
Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
·
Karena ikterus obstruktif.
·
Hipotiroidisme
·
Breast milk Jaundice.
·
Infeksi.
·
Hepatitis Neonatal.
·
Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang
perlu dilakukan:
·
Pemeriksaan Bilirubin berkala.
·
Pemeriksaan darah tepi.
·
Skrining Enzim G6PD.
·
Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
Untuk
memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang
meliputi Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.
Pengkajian
1.
Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan
golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma,
Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2.
Pemeriksaan Fisik :
Kuning,
Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang
lemah, Iritabilitas.
3.
Pengkajian Psikososial :
Dampak
sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah,
masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4.
Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab
penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain
yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari
Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)
2. Diagnosa, Tujuan ,
dan Intervensi
Berdasarkan
pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran
keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan
keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa
keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh.
1.
Diagnosa Keperawatan : Kurangnya
volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi,
dan diare.
Tujuan
: Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi
: Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake
output, beri air diantara menyusui atau memberi botol.
2.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu
tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapi
Tujuan
: Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
Intervensi
: Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5° - 37° C,
cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan
integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare
Tujuan
: Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Intervensi
: Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah
posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.
4.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan
parenting sehubungan dengan pemisahan
Tujuan
: Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat
mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi
: Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk
stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya,
libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua
mengekspresikan perasaannya.
5.
Diagnosa Keperawatan : Kecemasan
meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
Tujuan
: Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi
gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi
:
Kaji
pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning,
proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan bayi dirumah.
6.
Diagnosa Keperawatan : Potensial
trauma sehubungan dengan efek fototherapi
Tujuan
: Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat
fototherapi
Intervensi
:
Tempatkan
neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan
telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang
dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan
bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis
tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri
sentuhan setiap memberikan perawatan.
7.
Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma
sehubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan
: Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi
:
Catat
kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan
NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum
tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta
darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital;
selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya
ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan
laboratorium sesuai program.
Aplikasi Discharge
Planing.
Pertumbuhan
dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti
rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua
dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama
perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah.
Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan
tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley
&Wong, 1994):
1.
Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan kesadaran
seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun.
2.
Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama
beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu.
3.
Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi
pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi.
4.
Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan
pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin.
5.
Mengajarkan tentang perawatan kulit :
·
Memandikan dengan sabun yang lembut dan air
hangat.
·
Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut,
daerah perineal dan daerah sekitar kulit yang rusak.
·
Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk
mempertahankan kelembaban kulit.
·
Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di
kulit.
·
Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan
tubuh karena dapat mengakibatkan lecet karena gesekan
·
Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan
kerusakan kulit seperti penekanan yang lama, garukan .
·
Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah
seperti: popok yang basah karena bab dan bak.
·
Melakukan pengkajian yang ketat tentang status
gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari reffil.
Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah :
1.
Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 ° celsius)
2.
Perawatan tali pusat / umbilikus
3.
Mengganti popok dan pakaian bayi
4.
Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak
nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru
5.
Temperatur / suhu
6.
Pernapasan
7.
Cara menyusui
8.
Eliminasi
9.
Perawatan sirkumsisi
10. Imunisasi
11. Tanda-tanda
dan gejala penyakit, misalnya :
·
letargi ( bayi sulit dibangunkan )
·
demam ( suhu > 37 ° celsius)
·
muntah (sebagian besar atau seluruh makanan
sebanyak 2 x)
·
diare ( lebih dari 3 x)
·
tidak ada nafsu makan.
12. Keamanan
·
Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan
benda tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
·
Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
·
Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan
menggunakan mobil atau sarana lainnya.
·
Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara
- saudaranya.
RENCANA PEMULANGAN POST PARTUM
(DISCHARGE PLANNING)
1.
Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir ini sistem perawatan dan pengobatan
telah berubah. Perawatan klien di rumah sakit saat ini diusahakan untuk
mengurangi biaya perawatan dan memberi kesempatan pada pasien lain yang lebih membutuhkan. konsekuensinya,
tim kesehatan harus membantu klien benar-benar memahami status kesehatannya dan
harus mampu menyiapkan klien merawat dirinya sendiri di rumah atau di
masyarakat.
Pendekatan perawatan klien selama post partum juga berubah.
Klien tidak dianggap lagi orang sakit, tetapi dianggap suatu proses yang alami
dan mereka dianggap sehat. Oleh karena itu klien harus secepatnya mobilisasi
dan mandiri dalam merawat dirinya sendiri. Waktu perawatan juga berubah,
menjadi lebih singkat, bisa hanya 24 jam sampai 72 jam saja. Dalam waktu yang
sesingkat mungkin, klien dan keluarganya harus dibekali pengetahuan,
ketrampilan dan informasi tempat rujukan sehingga klien mampu merawat dirinya
sendiri.
Perawatan yang diberikan merupakan usaha kolaborasi yang
melibatkan ibu dan keluarga, perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya, untuk
mencapai kesehatan yang optimal. Untuk semua alasan di atas maka rencana
pemulangan pasien post partum sangat penting karena :
1.
Memudahkan pemantauan kesehatan setelah pasien pulang
ke rumah.
2.
Membuat pasien lebih bertanggung jawab terhadap
kesehatan dirinya.
3.
Berkurangnya biaya pengobatan dan perawatan, tempat
tidur dapat diisi pasien lain
4.
Penggunaan rencana pemulangan tertulis sangat efektif
untuk pedoman pengajaran dan evaluasi serta menjadi sumber pengetahuan ibu dan
keluarga.
Bagi klien post partum, pemulihan kesehatan setelah
melahirkan relatif singkat dan dianggap suatu proses sehat. Persepsi ini sering
kali membuat tim kesehatan berpendapat bahwa ibu dan keluarga tidak mempunyai
kebutuhan dan pelatihan yang khusus, ditambah lagi ada anggapan bahwa keluarga
sedang berbahagia dan siap menerima bayinya. Anggapan ini tentunya tidak benar
karena setiap keluarga post pertum mempunyai kebutuhan dan masalah tertentu,
ibu-ibu primipara bingung dalam merawat dan beradaptasi dengan bayi dan peran
barunya, sedangkan ibu-ibu multipara mungkin bingung dengan masalah keuangan,
anak-anak yang lain serta berhubungan dengan datangnya anggota baru. Jadi
pendekatan dan perhatian dan sikap tim kesehatan, harus sama dengan kedua
kelompok ini. Pada masa perawatan post partum di rumah sakit inilah mereka
menerima pengajaran dan bimbigan untuk mengantisipasi perubahan fisik dan
suasana dalam keluarga di rumah nanti.
Karena kebanyakan ibu dirawat dalam waktu singkat, maka
penting bagi perawat mempersiapkan klien secara sistematis. Seringkali
digunakan paduan format-format. Sebelum ibu pulang sebaiknya rencana pemulangan
sudah dipersiapkan dan perawat masih tetap menyediakan waktu untuk penguatan
dan evaluasi pengetahuan, ketrampilan, dan kondisi mental seluruh keluarga.
Mengingat luasnya dan kompleksnya perawatan terhadap klien post partum, maka kelompok
mambatasi permasalahannya tentang pendidikan kesehatan pada klien post partum.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
gambaran yang lebih jelas kepada perawat dan tenaga kesehatan lainnya mengenai
rencana pemulangan klien post partum, hal ini akan diuraikan dalam makalah.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Rencana Pemulangan
Rencana Pemulangan (RP) merupakan bagian pelayanan
perawatan, yang bertujuan untuk memandirikan klien dan mempersiapkan orang tua
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional bayi bila pulang.
Waktu yang terbaik untuk memulai rencana pulang adalah hari pertama masuk rumah sakit. Klien
belum dapat dipulangkan sampai dia mampu melakukan apa yang diharapkan darinya
ketika di rumah. Oleh karena itu Rencana Pemulangan harus didasarkan pada :
1.
Kemampuan klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari
dan seberapa jauh tingkat ketergantungan pada orang lain
2.
Ketrampilan, pengetahuan dan adanya anggota keluarga
atau teman
3.
Bimbingan perawat yang diperlukan untuk memperbaiki dan
mempertahankan kesehatan, pendidikan, dan pengobatan.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan berkenaan dengan proses
berencana untuk memulangkan klien adalah :
1.
Menentukan klien yang memerlukan rencana pulang.
2.
Waktu yang terbaik untuk memulai rencana pulang.
3.
Staf yang terlibat dalam rencana pulang.
4.
Cara yang digunakan dan evaluasi efektifitas dari
rencana pulang.
Beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan dalam
membuat Rencana Pemulangan (RP) adalah :
1.
Berfokus pada klien. Nilai, keinginan dan kebutuhan
klien merupakan hal penting dalam perencanaan. Klien dan keluarga harus
berpartisipasi aktif dalam hal ini.
2.
Kebutuhan dasar klien pada waktu pulang harus
diidentifikasi pada waktu masuk dan terus dipantau pada masa perawatan
3.
Kriteria evaluasi menjadi panduan dalam menilai
keberhasilan implementasi dan evaluasi secara periodik.
4.
Rencana pemulangan suatu proses yang melibatkan tim
kesehatan dari berbagai disiplin ilmu.
5.
Klien harus membuat keputusan yang tertulis mengenai
rencana pemulangan.
Rencana penyuluhan didasarkan pada :
1.
Kebutuhan belajar orang tua.
2.
Prinsip belajar mengajar.
3.
Mengkaji tingkat pengetahuan dan kesiapan belajar.
·
Metode belajar
·
Kondisi fisik dan psikologis orang tua
4.
Latar belakang sosial budaya untuk proses belajar
mengajar
·
Tekankan bahwa merawat bayi bukan hanya
kewajiban wanita
5.
Lamanya bayi dan ibu tinggal di rumah sakit
·
“Early discharge” 6 - 8 jam I, dimana informasi
penting harus diberikan serta follow up.
Cara-cara penyampaian Rencana Pemulangan adalah :
1.
Gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas.
2.
Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan suatu
perawatan.
3.
Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis
4.
Motivasi klien untuk mengikuti langkah-langkah tersebut
dalam melakukan perawatan dan pengobatan.
5.
Kenali tanda-tanda dan gejala komplikasi yang harus
dilaporkan pada tim kesehatan.
6.
Berikan nama dan nomor telepon yang dapat klien
hubungi.
Dasar-dasar rencana penyuluhan
1.
Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 °
celsius)
·
membersihkan mata dari dalam ke luar
·
membersihkan kepala bayi (bayi masih berpakaian
lalu keringkan)
·
buka pakaian bayi, beri sabun dan celupkan ke
dalam air.
2.
Perawatan tali pusat / umbilikus
·
bersihkan dengan alkohol lalu kompres betadin
·
tali pusat akan tanggal pada hari 7 - 10
3.
Mengganti popok dan pakaian bayi
4.
Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak
nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru
5.
Cara-cara mengukur suhu
6.
Memberi minum
7.
Pola eliminasi
8.
Perawatan sirkumsisi
9.
Imunisasi
10. Tanda-tanda
dan gejala penyakit, misalnya :
·
letargi ( bayi sulit dibangunkan )
·
demam ( suhu > 37 ° celsius)
·
muntah (sebagian besar atau seluruh makanan
sebanyak 2 x)
·
diare ( lebih dari 3 x)
·
tidak ada nafsu makan.
Rencana pemulangan
ditujukan pada :
IBU
Dalam rencana pemulangan yang perlu dianjurkan antara lain :
1.
Pernapasan dada
2.
Bentuk tubuh, lumbal,dan fungsi otot-otot panggul
3.
Latihan panggul, evaluasi, gambaran dan ukuran yang
menyenangkan
4.
Latihan penguatan otot perut
5.
Posisi nyaman untuk istirahat
6.
Permudahan gerakan badan dari berdiri ke jalan
7.
Tehnik relaksasi
8.
Pencegahan; jangan mengangkat berat, melakukan sit up
secara berlebihan.
Daftar kegiatan sangat membantu kondisi post partum kembali
dalam keadaan sehat. Saat ibu kembali ke rumah, secara bertahap akan kembali
melakukan aktivitas normal. Pekerjaan rumah akan membantu mencegah kekakuan
otot-otot secara umum tetapi tidak akan melemahkan kekuatan otot (Blankfield,
1967).
Ketika membantu klien untuk memilih program latihan perawat
seharusnya memperingatkan akan perubahan muskuloskeletal yang akan kembali
normal pada 6 - 8 minggu (Danforth,1967). Selama periode ini, ligamen-ligamen
akan lunak dan saling terpisah oleh karena itu latihan-latihan memerlukan keregangan dan kekuatan otot-otot
yang berlebihan seperti halnya aerobik, lari, dan lai-lain harus dihindari
selama periode ini untuk mencegah ketegangan. Aktifitas yang aman seperti
berjalan, berenang dan bersepeda sangat dianjurkan. Seorang wanita dapat
memulai latihan atau Yoga 2 minggu setelah melahirkan pervaginam atau 4 - 6 minggu
setelah mengalami operasi caesar.
Secara ideal ini harus memiliki seorang instruktur yang
berpengalaman yang bertanggung jawab selama melatih ibu post partum. Ibu
biasanya mendapatlan kesulitan dalam mengatur waktu untuk latihan atau
melakukan tehnik relaksasi di rumah. Perawat harus membantu mendorong ibu untuk
istirahat ketika bayi sedang tidur dan mencoba untuk tidak melakukan pekerjaan
selama waktu itu.
Wanita biasanya kurang sabar dalam hal merawat tubuhnya .
Perawat harus mengingatkan bahwa selama masa menyusui membutuhkan ekstra lemak
dari tubuhnya, oleh karena itu nutrizi dan gizi yang baik sangat dibutuhkan.
Perawat harus meyakinkan ibu bahwa waktu yang dibutuhkan seorang wanita untuk
kembali pada tubuh yang normal setelah persalinan sangan bervariasi dan
prosesnya dapat berlangsung 6 - 12 bulan.
Selama masa nifas ibu perlu memperhatikan :
Pemenuhan rasa nyaman
Hari I
Hari II
Pernapasan
Latihan
Hari I
Permulaan
Hari II
tambahan
|
Perineum kompres dingin. Posisi terlentang, Sim,
telungkup; semua dengan bantal yang menyokong kepala, kedua lutut dan pelvis
hanya untuk prone (telungkup)
Gunakan BH yang menyangga,
lakukan rendam hangat (daerah perineum), lanjutkan latihan Kegel, posisi
berbaring atau telungkup (2x sehari selama 30 - 60 menit), ambulansi.
Pernafasan ke arah dada dan
toraks
Pengembalian posisi pelvis :
Pengerutan dasar pelvis 1-3-5 detik
5 kali / jam
Pengerutan abdomen 5 - 10 detik 5 kali / 2 x sehari
Pergerutan abdomen dan
dasar pelvis 3-5-10 detik 5 x / 2x
sehari
Pengerutan abdominal,
dasar panggul dan bokong 3 - 5- 10 detik 5 x /2x sehari
Ekstremitas bagian bawah
Menutup dan membuka lutut 10 x / jam
Memutar lutut 10
x / jam
Mengaktifkan quatriseps 5 - 10 detik, 10 x / jam
Abdominal / pelvis
Mengkaji dasar pelvis 1x tiap hari
Mengangkat pinggul 5 detik , 5 x / 2x sehari
Gerakan bersepeda dengan terus-
menerus terlentang 5x / 2x sehari
Mengangkat bokong 5 detik, 5 x /2 x sehari
Mengangkat kepala 5 detik, 5 x / 2x sehari
|
Instruksi masa nifas
adalah :
Bekerja
Ibu seharusnya menghindari kerja berat (misalnya mengangkat
/ membawa beban) pada 3 minggu pertama. Pada ibu-ibu yang mempunyai pengertian
berbeda tengan kerja berat dapat mendiskusikan dengan ibu-ibu yang lain.
Perawat dapat membantu mengidentifikasikan pengertian dari kerja berat.
Biasanya dianjurkan tidak bekerja selama 3 minggu ( lebih
baik 6 minggu), bukan saja untuk kesehatan tetapi juga untuk mendapatkan
kesempatan lebih dekat dengan bayinya.
Istirahat
Ibu sebaiknya mengusahakan bisa tidur siang dan tidur malam
yang cukup. Ibu biasanya tidur siang selagi bayi tidur dan minta suami/keluarga
menggantikan tugas-tugas yang ada. Mintalah keluarga / suami untuk membantu
tugas-tugas rumah tangga.
Kegiatan / aktifitas /
latihan
Pada minggu pertama ibu seharusnya memulai latihan berjalan
setahap demi setahap.
Pada minggu ke dua, jika lokea normal dapat memulai latihan
aktifitas lain yang akan direncanakan seperti mencuci popok setiap hari
walaupun dengan memakai mesin cuci, naik turun tangga untuk melihat bayinya
atau berada setiap saat disamping bayinya. Ibu seharusnya melanjutkan senam
nifas di rumah seperti halnya sit up dan mengangkat kaki.
Kebersihan
Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi. Merawat perineum
dengan baik dengan menggunakan antiseptik (PK / Dethol) dan selalu diingat
bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke belakang.
Coitus
Coitus lebih segera setelah lokea menjadi alba dan bila ada
episiotomi sudah membaik / sembuh ( minggu 3
setelah persalinan)
Sel-sel vagina mungkin tidak setebal sebelumnya karena keseimbangan
hormon prepregnansi belum kembali secara lengkap. Gunakan kontrasepsi busa atau
jeli akan membantu kenyamanan dan pengaturan posisi yang bisa mengurangi
penekanan atau dispariunia.
Kontrasepsi
Jika ibu menginginkan memakai IUD, dapat dipasang segera
setelah persalinan atau chekup post partum yang pertama. Jenis kontrasepsi yang
memakai diafragma harus pada minggu ke 6 , kontrasepsi oral dimulai antara 2 -3
minggu post partum sampai kembali pada chekup berikutnya. Ibu dan pasangannya
dapat menggunakan kombinasi antara jelly yang mengandung spermatid dengan
kondom lebih dapat mencegah pembuahan. Konsultasi dalam memilih alat kontrasepsi harus kepada tenaga
kesehatan yang berkopeten untuk mencegah kesalahan informasi.
BAYI
Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi
(seperti rangsangan, latihan, dan kotak sosial) selalu menjadi tanggung jawab
orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan
selama perencanaan pulang .
Yang perlu
diperhatikan adalah :
Temperatur / suhu
1.
Sebab-sebab penurunan suhu tubuh
2.
Catat gejala-gejala yang timbul seperti kelemahan,
bersin, batuk dll.
3.
Cara-cara mengurangi / menurunkan suhu tubuh seperti
kompres dingin, mencegah bayi terkena sinar matahari terlalu lama, dan
lain-lain
4.
Gunakan lampu penghangat / selimut tambahan
5.
Ukur suhu tubuh
Pernapasan
1.
Perubahan frekwensi dan irama napas
2.
Refleks-refleks seperti; bersin, batuk.
3.
Pencegahan terhadap asap rokok, infeksi orang terkena
infeksi saluran napas
4.
Gejala-gejala pnemonia aspirasi
Eliminasi
1.
Perubahan warna
dan kosistensi feses
2.
Perubahan warna urin
Keamanan
1.
Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda
tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
2.
Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
3.
Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan
menggunakan mobil atau sarana lainnya.
4.
Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara -
saudaranya.
ADAPTASI FISIOLOGIS
PADA MASA POST PARTUM/NIFAS
Sebelum membahas tentang perubahan-perubahan pada masa nifas
baik fisiologis maupun psikologis, maka kelompok akan menjelaskan terlebih
dahulu tentang pengertian nifas.
Masa nifas adalah
suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psikologis terhadap
proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. Selain itu, pengertian
masa nifas adalah masa mulainya
persalinan sampai pulihnya alat-alat dan anggota badan yang berhubungan dengan
kehamilan / persalinan. (Ahmad Ramli. 1989).
Dari dua pengertian di atas kelompok menyimpulkan bahwa masa
nifas adalah masa sejak selesainya
persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta
psikososial yang berhubungan dengan kehamilan / persalinan selama 6 minggu.
Dalam proses adaptasi pada masa post partum terdapat 3
(tiga) periode yang meliputi “immediate puerperium” yaitu 24 jam pertama
setelah melahirkan, “ early puerperium” yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu,
dan “late puerperium” yaitu setelah 1 minggu sampai dengan 6 minggu post
partum.
Perubahan fisiologis terjadi sejak hari pertama melahirkan.
Adapun perubahan fisik yang terjadi adalah :
Sistem kardiovaskuler
Sebagai kompensasi jantung dapat terjadi brandikardi 50 - 70
x/menit, keadaan ini dianggap normal pada 24 - 48 jam pertama. Perubahan suhu
yang meningkat sampai dengan 38 ° Celsius sebagai akibat pemakaian tenaga dan banyak
berkeringat saat melahirkan. Peningkatan suhu tubuh lebih dari 38 °
Celsius menunjukan adanya tanda-tanda infeksi pada post partum seperti
mastitis, endometritits. Penurunan
tekanan darah sistolik 20 mmHg pada saat klien merubah posisi dari berbaring ke
duduk lebih disebabkan oleh refleks ortostatik hipertensi.
Diaporesis Post partum
Klien dapat mengeluarkan keringat yang banyak disertai
perasaan menggigil. Perasaan ini terjadi karena vasomotor yang tidak stabil.
Perubahan sistem urinarius
Selama masa persalinan trauma pada kandung kemih dapat
mengakibatkan edema dan mengurangi sensitifitas kandung kemih. Perubahan ini
dapat terjadi sebagai akibat peregangan yang berlebihan dan pengosongan kandung
kemih yang tidak tuntas.
Bila klien lebih dari dua hari tidak dapat buang air kecil,
maka keadaan ini merupakan hal yang tidak normal. Protein urin pada hari kedua
adalah normal, karena kebutuhan protein yang dikatalisis involusi uteri
meningkat. Bila ini berlangsung sampai dengan hari ke tujuh, menandakan adanya
gejala preeklamsi.
Perubahan sistem
gastro intestinal
Keadaan gastro intestinal kembali berfungsi ke keadaan
semula setelah satu minggu post partum. Konstipasi terjadi akibat penurunan
motilitas usus, kehilangan cairan tubuh dan rasa tidak nyaman di daerah
perineum, penggunaan enema pada kala I dan penurunan tonus otot abdominal.
Keadaan muskuloskeletal
Pada masa kehamilan otot abdomen meregang sedemikian rupa
dikarenakan pembesaran uterus yang mengakibatkan otot abdomen melemas dan
kendor sehingga teraba bagian otot-otot yang terpisah disebut diastasis recti
abdominis.
Perubahan sisten endokrin
Perubahan sistem endokrin disini terjadi penurunan segera
kadar hormon estrogen dan progesteron. Hormon prolaktin pada masa laktasi akan
meningkat sebagai respon stimulasi penghisapan puting susu ibu oleh bayi. Pada
wanita yang tidak menyusui hormon estrogen dapat meningkat dan merangsang
pematangan folikel. Untuk itu menstruasi dapat terjadi 12 minggu post partum,
pada klien menyusui dapat lebih lama (36 minggu).
Perubahan pada payudara
Payudara dapat membengkak karena sistem vaskularisasi dan
limfatik disekitar payudara dan mengakibatkan perasaan tegang dan sakit.
Pengeluaran air susu ke duktus lactiferus oleh kontraksi sel-sel mioepitel
tergantung pada sekresi oksitosin dan rangsangan penghisapan puting susu oleh
bayi.
Perubahan uterus
Involusi uterus terjadi segera setelah melahirkan. Tinggi
fundus uteri pada saat plasenta lahir 1 - 2 jam setinggi 1 jari di atas pusat,
12 jam setelah melahirkan tinggi fundus uteri pertengahan pusat dan sympisis,
pada hari ke sembilan uterus tidak teraba lagi. Bersama involusi uterus ini
teraba terdapat pengeluaran lochea. Lochea pada hari ke 1 - 3 berwarna merah
muda (rubra), pada hari ke 4 - 9 warna coklat / pink (serosa), pada hari ke- 9
warna kuning sampai putih (alba).
Perubahan dinding vagina
Segera setelah melahirkan dinding vagina tampak edema, memar
serta rugae atau lipatan-lipatan halus tidak ada lagi.
Pada daerah perineum akan tampak goresan akibat regangan
pada saat melahirkan dan bila dilakukan episiotomi akan menyebabkan rasa tidak
nyaman.
ADAPTASI PSIKOLOGI PADA MASA POST PARTUM
I. Adaptasi Psikologi
Ibu
Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan
harus melewati masa transisi. Masa transisi pada post partum yang harus
diperhatikan perawat adalah :
1.
Honeymoon adalah fase setelah anak lahir dan dan
terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah, anak. Kala ini dapat dikatakan
sebagai psikis honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis masing-masing saling
memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang baru.
2.
“ Bonding Attachment ” atau ikatan kasih
·
Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan.
“Bonding” adalah suatu istilah untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak.
Sedangkan “attachment” adalah suatu keterikatan antara orang tua dan anak.
Peran perawat penting sekali untuk memikirkan bagaimana hal tersebut dapat
terlaksana. Partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan ikatan kasih tersebut.
Perubahan psikologis pada klien post partum akan dikuti oleh
perubahan psikologis secara simultan sehingga klien harus beradaptasi secara
menyeluruh.
Menurut klasifikasi Rubin terdapat tiga tingkat psikologis
klien setelah melahirkan adalah :
“Taking In”
Suatu periode dimana ibu hanya berorientasi pada kebutuhan
diri sendiri, tingkah laku klien pasif dengan berdiam diri, tergantung pada
orang lain. Ibu belum mempunyai inisiatif untuk kontak dengan bayinya. Dia
sangat membutuhkan orang lain untuk membantu,
kebutuhannya yang utama adalah istirahat dan makan. Selain itu ibu mulai
menerima pengalamannya dalam melahirkan dan menyadari bahwa hal tersebut adalah
nyata. Periode ini berlangsung 1 - 2 hari.
Menurut Gottible, ibu akan mengalami “proses mengetahui/menemukan
“ yang terdiri dari :
1.
Identifikasi
Ibu
mengidentifikasi bagian-bagian dari fisik bagyi, gambaran tubuhnya untuk
menyesuaikan dengan yang diharapkan atau diimpikan.
2.
Relating (menghubungkan)
Ibu
menggambarkan anaknya mirip dengan anggota keluarga yang lain, baik dari
tingkah lakunya dan karakteristiknya.
3.
Menginterpretasikan
·
Ibu mengartikan tingkah laku bayi dan kebutuhan
yang dirasakan.
Pada fase ini dikenal dengan istilah “ fingertip touch”
“ Taking Hold “
Periode dimana terjadi perpindahan dari keadaan
ketergantungan keadaan mandiri. Perlahan-lahan tingkat energi klien meningkat
merasa lebih nyaman dan mulai berfokus pada bayi yang dilahirkan. Klien lebih
mandiri, dan pada akhirnya mempunyai inisiatif untuk merawat dirinya, mampu
untuk mengontrol fungsi tubuh, fungsi eliminasi dan memperhatikan aktifitas
yang dilakukannya setiap hari. Jika ibu merawat bayinya, maka ia harus
memperhatikan kualitas dan kuantitas dari produksi ASI. Selain itu, ibu
seharusnya tidak hanya mengungkapkan keinginannya saja akan tetapi harus
melakukan hal tersebut, misalnya keinginan berjalan, duduk, bergerak seperti
sebelum melahirkan. Disini juga klien
sangat antusias merawat bayinya. Pada
fase ini merupakan saat yang tepat untuk memberikan pendidikan perawatan utnuk
dirinya dan bayinya. Pada saat ini perawat mutlak memberikan semua tindakan
keperawatan seperti halnya menghadapi kesiapan ibu menerima bayi,
petunjuk-petunjuk yang harus diikuti tentang bagaimana cara mengungkapkan dan
bagaimana mengaturnya. Perawat harus berhati-hati dalam memberikan instruksi
dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri.
Apabila klien merasa tidak mampu berbuat seperti yang
diperbuat oleh perawat, maka perawat harus turun langsung membantu ibu dalam
melaksanakan kegiatan / tugas yang nyata (setelah pemberian demonstrasi yang
penting) dan memeberi pujian untuk setiap tindakan yang tepat.
Bila ibu sudah merasakan lebih nyaman, maka ibu sudah masuk
dalam tahap ke- 2 “ maternal touch”, yaitu “total hand contact” dan akhirnya
pada tahap ke- 3 yang disebut “ enfolding”. Dan periode ini berlangsung selama
10 hari.
“Letting Go”
Pada fase ini klien sudah mampu merawat dirinya sendiri dan
mulai disibukan oleh tanggung jawabnya sebagai ibu. Secara umum fase ini
terjadi ketika ibu kembali ke rumah.
Pada fase ini ibu mengalami 2 perpisahan, yaitu :
·
Mengerti dan menerima bentuh fisik dari bayinya
·
Melepaskan peran ibu sebelum memiliki anak,
menjadi ibu yang merawat anak.
“Post partum Blues”
Pada fase ini , terjadi perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron
yang menurun, selain itu klien tidak siap dengan tugas-tugas yang harus
dihadapinya. Post partum blues biasanya terjadi 6 minggu setelah melahirkan.
Gejala yang tampak adalah menangis, mudah tersinggung, gangguan nafsu makan,
gangguan pola tidur, dan cemas.
Bila keadaan ini berlangsung lebih dari 2 minggu dan klien
tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan tugasnya, maka keadaan ini dapat
menjadi serius yaitu keadaan post partum depresi.
II. Adaptasi
Psikologis Ayah
Respon ayah pada masa sesudah klien melahirkan tergantung
keterlibatanya selama proses persalinan, biasanya ayah akan merasa lelah, ingin
selalu dekat dengan isteri dan anaknya, tetepi kadang-kadang terbentur dengan
peraturan rumah sakit.
III. Adaptasi
Psikologis Keluarga
Kehadiran bayi baru lahir dalam keluarga menimbulkan
perubahan peran dan hubungan dalam keluarga tersebut, misalnya anak yang lebih
besar menjadi kakak, orang tua menjadi kakek / nenek, suami dan isteri harus
saling membagi perhatian. Bila banyak anggoata yang membantu merawat bayi, maka
keadaan tidaklah sesulit dengan tidak ada yang membantu, sementara klien harus
ikut aktif melibatkan diri dalam merawat bayi dan membantu rumah tangga.
Daftar Kepustakaan
Bobak and Jansen (1984), Etential of Nursing. St. Louis : The CV Mosby
Company
Hawkins, J.W. and Gorsine, B. (1985), Post Partum Nursing, New York:
Springen
Nelson J.P. and May, K.A.(1986), Comprehensive Maternity
Nursing. Philadelphia
: J.B. Lippincot Company.
Reeder,S.J. et al.(1983), Maternity Nursing, Philadelphia : J.B.
Lippincot Company.
No comments:
Post a Comment