ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI BARU LAHIR YANG
SAKIT
PENDAHULUAN
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari.
Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan
penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya.
Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian
neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada
masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan
berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka
terjadilah awal proses fisiologik sebagai berikut :
1.
Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh
aktifnya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
2.
Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan
3.
Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak
terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah
4.
Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi bahan
racun yang tidak diperlukan badan
5.
Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi
6.
Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan
diri dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas
Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan
dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan
oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam
kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.
Masalah pada neonatus biasanya
timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya
merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai
akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai,
manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan
bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan
mempunyai kesempatan hidup yang kecil.
Untuk mampu mewujudkan
koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan
dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan
essensial neonatal yang dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
A.
Pelayanan Dasar
- Persalinan aman dan bersih
- Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah
hiportermia
- Mempertahankan pernafasan spontan
- ASI Ekslusif
- Perawatan mata
B.
Pelayanan Khusus
- Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
- Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
- Imunisasi
Makalah ini akan membahas
asuhan keperawatan bayi baru lahir yang sakit. Mengingat luasnya bahasan maka
pembahasan akan difokuskan kepada masalah ikterus & hiperbilirubinemia,
neonatus dengan ibu DM, neonatus prematur, hipertermia dan hipotermia. Selain
itu juga dikaji respon keluarga terhadap neonatus yang sakit serta hubungan
tumbuh kembang neonatus terhadap penyakit secara umum.
EFEK SAKIT PADA NEONATUS
Fase neonatus adalah fase
yang sangat rawan akan hubungan ibu dan bayi. Karena kegagalan relasi pada masa
ini akan memberi dampak pada tahap berikutnya. Kebutuhan psikologi fase ini
melipurti tiga hal penting yaitu seeing (memandang), touching (sentuhan), dan
caretaking (merawat dengan perhatian seluruh emosinya). Dengan demikian
kesempatan ibu kontak mata dan menyentuh serta melakukan sendiri dalam
mengganti popok adalah menjadi prioritas dalam intervensi perawat.
Penyakit atau kecacatan pada
anak mempengaruhi terbinanya hubungan saling percaya antara anak dengan
orangtua. Penyakit pada anak dapat membuat harapan orangtua menurun, penyakit
sering mengakibatkan gangguan dalam kemampuan motorik anak, keterbatasan gerak
di tempat tidur dan berkurangnya kontak bayi dengan lingkungan. Intervensi
keperawatan sangat penting untuk membantu keluarga dalam menghadapi bayi yang
sakit. Keberadaan perawat yang selalu siap membantu sangat penting untuk
menenangkan orangtua terhadap rasa ketidak berdayaannya.
REAKSI EMOSIONAL PENERIMAAN KELUARGA
Pada neonatus yang menderita
sakit, maka keluarga akan merasa cemas, tidak berdaya, dan lain sebagainya yang
merupakan reaksi keluarga terhadap kenyataan bahwa bayinya menderita suatu
penyakit. Berikut adalah reaksi emosional penerimaan keluarga terhadap neonatus
sakit dan bagaimana perawat mengatasi hal tersebut :
1.
Denial
Respon
perawat terhadap penolakan adalah komponen untuk kebutuhan individu yang
kontinyu sebagai mekanisme pertahanan. Dukungan metode efektif adalah
mendengarkan secara aktif. Diam atau tidak ada reinforcement bukanlah suatu
penolakan. Diam dapat diinterpretasikan salah, keefektifan diam dan mendengar
haruslah sejalan dengan konsentrasi fisik dan mental. Penggunaan bahasa tubuh
dalam berkomunikasi harus concern. Kontak mata, sentuhan, postur tubuh, cara
duduk dapat digunakan saat diam sehingga komunikasi berjalan efektif.
2.
Rasa bersalah
Perasaan
bersalah adalah respon biasa dan dapat menyebabkan kecemasan keluarga. Mereka
sering mengatakan bahwa merekalah yang menjadi penyebab bayinya mengalami
kondisi sakit. Amati ekspresi bersalah, dimana ekspresi tersebut akan membuat
mereka lebih terbuka untuk menyatakan perasaannya.
3.
Marah
Marah
adalah suatu reaksi yang sulit diterima dan sulit ditangani secara therapeutik.
Aturan dasar untuk menolak marah seseorang adalah hindari gagalnya kemarahan
dan dorong untuk marah secara assertif.
HIPERBILIRUBINEMIA
Definisi :
Hiperbilirubinemia adalah
berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi
normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada
kulit, mukosa, sklera dan urine.
Etiologi:
Hiperbilirubinemia dapat
disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan
disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO
atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau
inkompatabilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam
terjadinya hiperbilirubinemia : keadaan ini terutama terjadi pada penderita
sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab
hiperbilirubinemia adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan acidosis,
hipoglikemia dan polisitemia.
Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin
tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan
adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya
bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin
plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal dapat
terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan
protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan acidosis atau
dengan hipoksia/anoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gagguan konjugasi hepar (defisiensi enszim
glukoronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya
penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu,
bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini
terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air
tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik
pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan
yang terjadi pada otak ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada sususnan saraf pusat tersebut mungkin
akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya
bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri.
Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi
terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau
infeksi.
Tabel.1 Perbandingan Tipe Unconjungatif Hyperbilirubinemia
|
Fisiologis jaundice
|
Jaundice yang berhubungan
dengan Breast feeding
|
Jaundice Breast milk
|
Hemolitik desease
|
Penyebab |
Fungsi hepatik immatur
ditambah peningkatan bilirubin dari hemolisis RBC
|
Intake susu yang jelek
berhubungan dengan konsumsi kalori yang sedikit pada bayi sebelum susu ibu
keluar
|
Faktor-faktor pada susu ibu
yang berubah, bilirubin menjadi bentuk lemak yang mana direabsorbsi usus
|
Incompatibilitas antigen yang
menyebabkan hemolisis sebagian dari RBC.
Hati tidak mampu untuk
mengkonjugasikan dan mengeksresikan kelebihan bilirubin dari hemolisis
|
Onset |
Setelah 24 jam pertama (bayi
prematur, bayi lahir lama)
|
2 - 3 hari
|
4 - 5 hari
|
Selama 24 jam pertama
|
Puncak
|
72 jam
|
2 - 3 hari
|
10 - 15 hari
|
Bervariasi
|
Durasi
|
Berkurang setelah 5-7 hari
|
|
Sampai seminggu
|
|
Terapi
|
Fototherapi jika bilirubin
meningkat dengan cepat
|
Berikan ASI sesering mungkin,
berikan suplemen kalori, fototherapi untuk kadar bilirubin 18 - 20 mg/dl
|
Hentikan ASI selama 24 jam
untuk mendeterminasi sebab, jika kadar bilirubin menurun pemberian ASI dapat
diulangi.
Dapat dilakukan fototherapi
tanpa menghentikan pemberian ASI
|
Posnatal: fototherapi, bila
perlu transfusi tukar
Prenatal:
Transfusi (fetus)
Mencegah sensitisasi dari RH
negatif ibu dengan RhoGAM
|
Pengkajian
1.
Riwayat keluarga dan kehamilan:
-
Orang tua atau saudara dengan neonatal jaundice atau
penyakit lever
-
Prenatal care
-
DM pada ibu
-
Infeksi seperti toxoplasmosis, spilis, hepatitis,
rubela, sitomegalovirus dan herves yang mana ditransmisikan secara silang
keplasenta selama kehamilan
-
Penyalahgunaan obat pada orang tua
-
Ibu dengan Rh negatif sedangkan ayah dengan Rh
positif
-
Riwayat transfusi Rh positif pada ibu Rh negatif
-
Riwayat abortus dengan bayi Rh positif
-
Obat-obatan selama kehamilan seperti sulfonamid,
nitrofurantoin dan anti malaria
-
Induksi oksitosin pada saat persalinan
-
Penggunaan vakum ekstraksi
-
Penggunaan phenobarbital pada ibu 1-2 bulan
sebelum persalinan
2.
Status bayi saat kelahiran:
-
Prematuritas atau kecil masa kehamilan
-
APGAR score yang mengindikasikan asfiksia
-
Trauma dengan hematoma atau injuri
-
Sepsis neonatus, adanya cairan yang berbau tidak
sedap
-
Hepatosplenomegali
3.
Kardiovaskuler
-
Edema general atau penurunan volume darah,
mengakibatkan gagal jantung pada hidro fetalis
4.
Gastrointestinal
-
Oral feeding yang buruk
-
Kehilangan berat badan sampai 5 % selama 24 jam
yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori
-
Hepatosplenomegali
5.
Integumen
-
Jaundice selama 24 jam pertama (tipe patologis),
setelah 24 jam pertama (Fisiologik tipe) atau setelah 1 bulan dengan diberikan
ASI
-
Kalor yang disebabkan oleh anemia yang terjadi
karena hemolisis RBC
6.
Neurologik
-
Hipotoni
-
Tremor, tidak adanya reflek moro dan reflek
menghisap, reflek tendon yang minimal
-
Iritabilitas, fleksi siku, kelemahan otot,
opistotonis
-
Kejang
7.
Pulmonari
-
Apnu, sianosis, dyspnea setelah kejadian kern
ikterus
-
Aspiksia, efusi pulmonal
8.
Data Penunjang
-
Golongan darah dan faktor Rh pada ibu dan bayi
untuk menentukan resiko incompatibilitas, Rh ayah juga diperiksa jika Rh ibu
negatif (test dilakukan saat prenatal)
-
Amniosintesis dengan analisa cairan amnion, Coombs
test dengan hasil negatif mengindikasikan peningkatan titer antibodi Anti D,
bilirubin level pada cairan amnion meningkat sampai lebih dari 0,28 mg/dl sudah
merupakan nilai abnormal (mengindikasikan kebutuhan transfusi pada janin).
-
Coombs test (direct) pada darah tali pusat setelah
persalinan, positif bila antibodi terbentuk pada bayi.
-
Coombs test (indirect) pada darah tali pusat,
positif bila antibodi terdapat pada darah ibu.
-
Serial level bilirubin total, lebih atau sama
dengan 0,5 mg/jam samapi 20 mg/dl mengindikasikan resiko kernikterus dan
kebutuhan transfusi tukar tergantung dari berat badan bayi dan umur kehamilan.
-
Direct bilirubin level, meningkat jika terjadi
infeksi atau gangguan hemolisis Rh
-
Hitung retikulosit, meningkat pada hemolisis
-
Hb dan HCT
-
Total protein, menentukan penurunan binding site
-
Hitung leukosit, menurun sampai dibawah 5000/mm3,
mengindikasikan terjadinya infeksi
-
Urinalsis, untuk mendeteksi glukosa dan aseton, PH
dan urobilinogen, kreatinin level
Diagnosa Keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan produk sisa sel darah merah yang berlebihan
dan imaturitas hati
Tujuan 1: Pasien mendapatkan terapi untuk menyeimbangkan eksresi
bilirubin
Tindakan:
1.
Kaji adanya jaundice pada kulit, yang mana
mengindikasikan peningkatan kadar bilirubin
2.
Cek kadar bilirubin dengan bilirobinometer
transkutan untuk mengetahui peningkatan atau
penurunan kadar bilirubin
3.
Catat waktu terjadinya jaundice untuk membedakan
fisiologik jaundice (terjadi setelah 24 jam) dengan patologik jaundice (terjadi
sebelum 24 jam)
4.
Kaji status bayi
khususnya faktor yang dapat meningkatkan resiko kerusakan otak akibat
hiperbilirubinemia (seperti hipoksia, hipotermia, hipoglikemia dan metabolik
asidosis)
5.
Memulai feeding lebih cepat utuk mengeksresikan
bilirubin pada feces
Hasil yang diharapkan:
1.
Bayi baru lahir memulai feeding segera setelah
lahir
2.
Bayi baru lahir mendapatkan paparan dari sumber
cahaya
Tujuan 2: tidak terjadi
komplikasi dari fototherapi
Tindakan:
1.
Tutupi mata bayi baru lahir untuk menghindari
iritasi kornea
2.
Tempatkan bayi secara telanjang dibawah cahaya
untuk memaksimalkan paparan cahaya pada kulit
3.
Ubah posisi secara teratur utnuk meningkatkan
paparan pada permukaan tubuh
4.
Monitor suhu tubuh untuk mendeteksi hipotermia
atau hipertermia
5.
Pada peningkatan BAB, bersihkan daerah perienal
untuk menghindari iritasi
6.
Hindarkan penggunaan minyak pada kulit untuk
mencegah rasa pedih dan terbakar
7.
Berikan intake fluid secara adekuat untuk
menghindari rehidrasi
Hasil yang diharapkan : tidak terjadi iritasi mata, dehidrasi,
instabilitas suhu dan kerusakan kulit
Tujuan 3: Tidak adanya komplikasi dari transfusi tukar (jika
terapi ini diberikan)
Tindakan:
1.
Jangan berikan asupan oral sebelum prosedur (2-4
jam) untuk mencegah aspirasi
2.
Cek donor darah dan tipe Rh untuk mencegah reaksi
transfusi
3.
Bantu dokter selama prosedur untuk mencegah
infeksi
4.
Catat secara akurat jumlah darah yang masuk dan
keluar untuk mempertahankan volume darah
5.
Pertahankan suhu tubuh yang optimal selama
prosedur untuk mencegah hipotermia dan stress karena dingin atau hipotermia
6.
Observasi tanda perubahan reaksi transfusi
(Tacykardia, bradikardia, distress nafas, perubahan tekanan darah secara
dramatis, ketidakstabilan temperatur, dan rash)
7.
Siapkan alat resusitasi untuk mengatasi keadaan
emergensi
8.
Cek umbilikal site terhadap terjadinya perdarahan
atau infeksi
9.
Monitor vital sign selama dan stelah transfusi
untuk mendeteksi komplikasi seperti disritmia jantung.
Hasil yang diharapkan :
1.
Bayi menunjukkan tidak adanya tanda-tanda reaksi
transfusi
2.
Vital sign berada pada batas normal
3.
Tidak terjadi infeksi atau perdarahan pada daerah terpasangnya infus
Dx.2.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan bayi dengan potensial respon
fisiologis yang merugikan
Tujuan 1: Keluarga dapat memberikan suport emosional
Tindakan:
1.
Hentikan fototherapi selama kujungan keluarga,
lepaskan tutup mata bayi untuk membantu interaksi keluarga
2.
Jelaskan proses fisiologis jaundice untuk mencegah
kekhawatiran keluarga dan potensial over
proteksi pada bayi
3.
Yakinkan
keluarga bahwa kulit akan kembali normal
4.
Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya untuk
memperpendek periode jaundice
5.
Jelaskan kegunaan ASI untuk mengatasi jaundice dan
penyakit lainnya
Hasil yang diharapkan :
Keluarga menunjukkan pengertian
terhadap terapi dan prognosa
Tujuan 2: Keluarga dapat melaksanakan fototherapi dirumah
Tindakan:
1.
Kaji pengertian keluarga terhadap jaundice dan
terapi yang diberikan
2.
Instruksikan keluarga untuk:
-
Melindungi mata
-
Merubah posisi
-
Memberikan asupan cairan yang adekuat
-
Menghindari penggunaan minyak pada kulit
-
Mengukur suhu aksila
-
Mengobservasi bayi: warna, bentuk makanan, jumlah
makanan
-
Mengobservasi bayi terhadap tanda letargi,
perubahan pola tidur, perubahan pola eliminasi
3.
Menjelaskan perlunya test bilirubin bila
diperlukan
Hasil
yang diharapkan:
Keluarga dapat menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan
fototherapi di rumah (khususnya metode dan rasional)
HIPOTERMIA & HIPERTERMIA
HIPOTERMIA
Suhu normal pada neonatus
berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala
awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh
bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C
- <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah
(low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu
gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Yang menjadi prinsip kesulitan
sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia),
terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan
menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori
tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan
intake kalori.
Etiologi dan faktor presipitasi
-
Prematuritas
-
Asfiksia
-
Sepsis
-
Kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan
cerebral
-
Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran
-
Eksposure suhu lingkungan yang dingin
Penanganan hipotermia ditujukan
pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3) Mengenal
resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
a.
Hipotermia sedang:
-
Kaki teraba dingin
-
Kemampuan menghisap lemah
-
Tangisan lemah
-
Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis
marmorata
b.
Hipotermia berat
-
Sama dengan hipotermia sedang
-
Pernafasan lambat tidak teratur
-
Bunyi jantung lambat
-
Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik
c.
Stadium lanjut hipotermia
-
Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
-
Bagian tubuh lainnya pucat
-
Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama
pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
HIPERTERMIA
Lingkungan yang terlalu panas
juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan
sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan
selimut.
Gejala hipertermia pada bayi
baru lahir :
-
Suhu tubuh bayi > 37,5 C
-
Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit
-
Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun,
turgor kulit kurang, jumlah urine berkurang
Pengkajian hipotermia & hipertermia
1.
Riwayat kehamilan
-
Kesulitan persalinan dengan trauma infant
-
Penyalahgunaan obat-obatan
-
Penggunaan anestesia atau analgesia pada ibu
2.
Status bayi saat lahir
-
Prematuritas
-
APGAR score yang rendah
-
Asfiksia dengan rescucitasi
-
Kelainan CNS atau kerusakan
-
Suhu tubuh dibawah 36,5 C atau diatas 37,5 C
-
Demam pada ibu yang mempresipitasi sepsis neonatal
3.
Kardiovaskular
-
Bradikardi
-
Takikardi pada hipertermia
4.
Gastrointestinal
-
Asupan makanan yang buruk
-
Vomiting atau distensi abdomen
-
Kehilangan berat badan yang berarti
5.
Integumen
-
Cyanosis central atau pallor (hipotermia)
-
Kulit kemerahan (hipertermia)
-
Edema pada muka, bahu dan lengan
-
Dingin pada dada dan ekstremitas(hipotermia)
-
Perspiration (hipertermia)
6.
Neorologic
-
Tangisan yang lemah
-
Penurunan reflek dan aktivitas
-
Fluktuasi suhu diatas atau dibawah batas normal
sesuai umur dan berat badan
7.
Pulmonary
-
Nasal flaring atau penurunan nafas, iregguler
-
Retraksi dada
-
Ekspirasi grunting
-
Episode apnea atau takipnea (hipertermia)
8.
Renal
-
Oliguria
9.
Study diagnostik
-
Kadar glukosa serum, untuk mengidentifikasi
penurunan yang disebabkan energi yang digunakan untuk respon terhadap dingin
atau panas
-
Analisa gas darah, untuk menentukan peningkatan
karbondoksida dan penurunan kadar oksigen, mengindikasikan resiko acidosis
-
Kadar Blood Urea Nitrogen, peningkatan
mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal dan potensila oliguri
-
Study elektrolit, untuk mengidentifikasi
peningkatan potasium yang berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
-
Kultur cairan tubuh, untuk mengidentifikasi adanya
infeksi
Diagnosa
keperawatan
Dx.1. Suhu
tubuh abnormal berhubungan dengan kelahiran abnormal, paparan suhu lingkungan
yang dingin atau panas.
Tujuan 1 : Mengidentifikasi bayi dengan resiko atau aktual
ketidakstabilan suhu tubuh
Tindakan :
1.
Kaji faktor yang berhubungan dengan resiko
fluktuasi suhu tubuh pada bayi seperti prematuritas, sepsis dan infeksi,
aspiksia atau hipoksia, trauma CNS, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, trauma lahir dan riwayat
penyalahgunaan obat pada ibu
2.
Kaji potensial dan aktual hipotermia atau
hipertermia :
-
Monitor suhu tubuh, lakukan pengukuran secara
teratur
-
Monitor suhu lingkungan
-
Cegah kondisi yang menyebabkan kehilangan panas
pada bayi seperti baju basah atau bayi tidak kering, paparan uadara luar atau
pendingin ruangan
-
Cek respiratory rate (takipnea), kedalaman dan
polanya
-
Observasi warna kulit
-
Monitor adanya iritabilitas, tremor dan aktivitas
seizure
-
Monitor adanya flushing, distress pernafasan, episode
apnea, kelembaban kulit, dan kehilangan cairan.
Tujuan 2. Mencegah kondisi yang dapat mencetuskan fluktuasi suhu
tubuh
Tindakan :
1.
Lindungi dinding inkubator dengan
-
Meletakkan inkubator ditempat yang tepat
-
Suhu kamar perawatan/kamar operasi dipertahankan +
24 C
-
Gunakan alas atau pelindung panas dalam inkubator
2.
Keringkan bayi baru lahir segera dibawah pemanas
3.
Air mandi diatas 37 C dan memandikannnya sesudah
bayi stabil dan 6 – 12 jam postnatal, keringkan segera
4.
Pergunakan alas pada meja resusitasi atau pemanas
5.
Tutup permukaan meja resusitasi dengan selimut
hangat, inkubator dihangatkan dulu
6.
Pertahankan suhu kulit 36 – 36,5 C
7.
Sesedikit mungkin membuka inkubator
8.
Hangatkan selalu inkubator sebelum dipakai
9.
Gendong bayi dengan kulit menempel ke kulit ibu (metode
kangguru)
10. Beri
topi dan bungkus dengan selimut
Tujuan 3: Mencegah komplikasi dingin
Tindakan :
1.
Kaji tanda stress dingin pada bayi :
-
Penurunan suhu tubuh sampai < 32,2 C
-
Kelemahan dan iritabilitas
-
Feeding yang buruk dan lethargy
-
Pallor, cyanosis central atau mottling
-
Kulit teraba dingin
-
Warna kemerahan pada kulit
-
Bradikardia
-
Pernafasan lambat, ireguler disertai grunting
-
Penurunan aktivitas dan reflek
-
Distesi abdomen dan vomiting
2.
Berikan treatment pada aktual atau resiko injury
karena dingin sebagai berikut :
-
Berikan therapy panas secara perlahan dan catat
suhu tubuh setiap 15 menit
-
Pertimbangkan pemberian plasma protein
(Plasmanate) setelah 30 menit
-
Berikan oksigen yang telah diatur kelembabannya
-
Monitor serum glukosa
-
Berikan sodium bikarbonat untuk acidosis metabolik
-
Untuk menggantikan asupan makanan dan cairan,
berikan dekstrose 10% sampai temeperatur naik diatas 35 C
Dx.2.
Deficit pengetahuan (orangtua) berhubungan dengan kondisi bayi baru lahir dan
cara mempertahankan suhu tubuh bayi.
Tujuan :
Memberikan informasi yang cukup kepada orangtua tentang kondisi bayi dan
perawatan yang diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi
Tindakan :
- Beri informasi pada orangtua tentang :
-
Penyebab fluktuasi suhu tubuh
-
Kondisi bayi
-
Treatment untuk menstabilkan suhu tubuh
-
Perlunya membungkus/menyelimuti bayi saat
menggendong dan bepergian
- Ajari orangtua cara mengukur suhu tubuh
aksila pada bayi dan minta mereka untuk mendemontrasikannya
- Informasikan kepada orangtua tentang
perawatan saat bayi di inkubator
- Anjurkan pasien bertanya, mengklarifikasi
yang belum jelas dan menunjukkan prilaku seperti diajarkan
BAYI PREMATUR
Definisi :
Bayi baru lahir dengan umur
kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran disebut dengan bayi prematur.
Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi
perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada
saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang
dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan,
ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat
dibawah 2500 gram lahir prematur.
Problem klinis terjadi lebih
sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal.
Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi
kemampuan bayi untuk melakukan koping terhadap masalah penyakit.
Masalah yang umum terjadi
diantaranya respiratory disstres syndrom (RDS), enterocolitis nekrotik,
hiperbilirubinemia, hypoglikemia, thermoregulation, patetnt duktus arteriosus
(PDA), edema paru, perdarahan intraventrikular. Stressor tambahan lain pada
infant dan orangtua meliputi hospitalisasi untuk penyakit pada bayi. Respon
orangtua dan mekanisme koping mereka dapat menimbulkan gangguan pada hubungan
antar mereka. Diperlukan perencanaan dan tindakan yang adekuat untuk
permasalahn tersebut.
Bayi prematur dapat bertahan
hidup tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau
abnormalitas. Prematur menyumbangkan 75% - 80% angka kesakitan dan kematian
neonatus.
Etiologi dan faktor
presipitasi:
Permasalahan pada ibu saat
kehamilan :
-
Penyakit/kelainan
seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio placenta,
incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
-
Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal
care yang tidak adekuat
-
Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
-
Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti
obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine
Pengkajian
1.
Riwayat kehamilan
-
Umur ibu dibawah 16 tahun dengan latar belakang
pendidikan rendah
-
Kehamilan kembar
-
Status sosial ekonomi, prenatal care tidak
adekuat, nutrisi buruk
-
Kemungkinan penyakit genetik
-
Riwayat melahirkan prematur
-
Infeksi seperti TORCH, penyakit menular seksual
dan lain sebagainya
-
Kondisi seperti toksemia, prematur rupture
membran, abruptio placenta dan prolaps umbilikus
-
Penyalahgunaaan obat, merokok, konsumsi kafeine
dan alkohol
-
Golongan darah, faktor Rh, amniocentesis.
2.
Status bayi baru lahir
-
Umur kehamilan antara 24 – 37 minggu, berat badan
lahir rendah atau besar masa kehamilan
-
Berat badan dibawah 2500 gram
-
Kurus, lemak subkutan minimal
-
Adanya kelainan fisik yang terlihat
-
APGAR skore 1 – 5 menit : 0 – 3 mengindikasikan
distress berat, 4 – 6 menunjukkan disstres sedang dan 7 – 10 merupakan nilai
normal.
3.
Kardiovaskular
-
Denyut jantung 120 – 160 x per menit pada sisi
apikal dengan irama teratur
-
Saat kelahiran, terdengar murmur
4.
Gastrointestinal
-
Protruding abdomen
-
Keluaran mekonium setelah 12 jam
-
Kelemahan menghisap dan penurunan refleks
-
Pastikan anus tanpa/dengan abnormalitas kongenital
5.
Integumen
-
Cyanosis, jaundice, mottling, kemerahan, atau
kulit berwarna kuning
-
Verniks caseosa sedikit dengan rambut lanugo di
seluruh tubuh
-
Kurus
-
Edema general atau lokal
-
Kuku pendek
-
Kadang-kadang terdapat petechie atau ekimosis
6.
Muskuloskeletal
-
Cartilago pada telinga belum sempurna
-
Tengkorak lunak
-
Keadaan rileks, inaktive atau lethargi
7.
Neurologik
-
Refleks dan pergerakan pada test neurologik tanpa
resistansi
-
Reflek menghisap, swalowing, gag reflek serta
reflek batuk lemah atau tidak efektif
-
Tidak ada atau minimalnya tanda neurologik
-
Mata masih tertutup pada bayi dengan umur
kehamilan 25 – 26 minggu
-
Suhu tubuh yang tidak stabil : biasanya hipotermik
8.
Pulmonary
-
Respiratory rate antara 40 – 60 x/menit dengan
periode apnea
-
Respirasi irreguler dengan nasal flaring, grunting
dan retraksi (interkostal, suprasternal, substrenal)
-
Terdengar crakles pada auskultasi
9.
Renal
-
Berkemih terjadi 8 jam setelah lahir
-
Kemungkinan ketidakmampuan mengekresikan sulution
dalam urine
10. Reproduksi
-
Perempuan : labia mayora belum menutupi klitoris
sehingga tampak menonjol
-
Laki-laki : testis belum turun secara sempurna ke
kantong skrotum, mungkin terdapat inguinal hernia.
11. Data
penunjang
-
X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan
adanya abnormalitas
-
Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
-
Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar
glukosa
-
Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti
terjadi hipokalsemia
-
Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan
(karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
-
Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan
darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.
Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres
pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi
surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis
Tujuan : Mempertahankan dan
memaksimalkan fungsi paru
Tindakan :
1.
Kaji data fokus pada kemungkinan disstres pernafasan
yaitu :
-
Riwayat penyalahgunaan obat pada ibu atau kondisi
abnormal selama kehamilan dan persalinan
-
Kondisi bayi baru lahir : APGAR score, kebutuhan
resusitasi
-
Respiratory rate, kedalaman, takipnea
-
Pernafasan grunting, nasal flaring, retraksi dengan
penggunaan otot bantu pernafasan (intercostal, suprasternal, atau substernal)
-
Cyanosis, penurunan suara nafas
2.
Kaji episode apneu yang terjadi lebih dari 20 detik,
kaji keadaan berikut :
-
Bradykardi
-
Lethargy, posisi dan aktivitas sebelum, selama dan
setelah episode apnea (sebagai contoh saat tidur atau minum ASI)
-
Distensi abdomen
-
Suhu tubuh dan mottling
-
Kebutuhan stimulasi
-
Episode dan durasi apnea
-
Penyebab apnea, seperti stress karena dingin, sepsis,
kegagalan pernafasan.
3.
Berikan dan monitor support respiratory sebagai berikut
:
-
Berikan oksigen sesuai indikasi
-
Lakukan suction secara hati-hati dan tidak lebih dari 5
detik
-
Pertahankan suhu lingkungan yang normal
4.
Monitor hasil pemeriksaan analisa gas darah untuk
mengetahui terjadinya acidosis metabolik
5.
Berikan oabt-obat sesuai permintaan dokter seperti
theophylin IV. Monitor kadar gula darah setiap 1 – 2 hari.
Dx. 2. Resiko hipotermia atau
hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
Tujuan : Mempertahankan suhu
lingkungan normal
Tindakan :
1.
Pertahankan suhu ruang perawatan pada 25 C
2.
Kaji suhu rectal bayi dan suhu aksila setiap 2 jam atau
bila perlu
3.
Tempatkan bayi di bawah pemanas atau inkubator sesuai
indikasi
4.
Hindarkan meletakkan bayi dekat dengan sumber panas
atau dingin
5.
Kaji status infant yang menunjukkan stress dingin
Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan
dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan
cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake
kalori, serta kehilangan kalori.
Tujuan : meningkatkan dan
mempertahankan intake kalori yang adekuat pada bayi
Tindakan :
1.
Kaji refleks hisap dan reflek gag pada bayi. Mulai oral
feeding saat kondisi bayi stabil dan respirasi terkontrol
2.
Kaji dan kalkulasikan kebutuhan kalori bayi
3.
Mulai breast feeding atau bottle feeding 2 – 6 jam
setelah lahir. Mulai dengan 3 – 5 ml setiap kali setiap 3 jam. Tingkatkan
asupan bila memungkinkan.
4.
Timbang berat badan bayi setiap hari, bandingkan berat
badan dengan intake kalori untuk menentukan pemabatasan atau peningkatan intake
5.
Berikan infus dextrose 10% jika bayi tidak mampu minum
secara oral
6.
Berikan TPN dan intralipid jika dibutuhkan
7.
Monitor kadar gula darah
Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan
berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau
kehilangan melalui kulit atau paru.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Tindakan :
1.
Kaji dan hitung kebutuhan cairan bayi
2.
Berikan cairan 150 – 180 ml/kg berat badan dan 200
ml/kg berat badan jika dibutuhkan.
3.
Timbang berat badan bayi setiap hari
4.
Monitor dan catat intake dan output setiap hari,
bandingkan jumlahnya untuk menentukan status ketidakseimbangan.
5.
Test urine : spesifik gravity dan glikosuria
6.
Pertahankan suhu lingkungan normal
7.
Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan :
-
Peningkatan suhu tubuh
-
Hipovolemik shock dengan penurunan tejanan darah dan
peningkatan denut jantung, melemahnya denyut nadi, tangan teraba dingin serta
motling pada kulit.
-
Sepsis
-
Aspiksia dan hipoksia
8.
Monitor potassium, sodium dan kadar chloride. Ganti
cairan dan elektrolit dengan dextrose 10% bila perlu.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu
atau tenaga medis/perawat
Tujuan : Infeksi dapat dicegah
Tindakan :
1.
Kaji fluktuasi suhu tubuh, lethargy, apnea,
iritabilitas dan jaundice
2.
Review riwayat ibu, kondisi bayi saat lahir, dan
epidemi infeksi di ruang perawatan
3.
Amati sampel darah dan drainase
4.
Lakukan pemeriksaan CBC dengan hitung leukosit,
platelets, dan imunoglubolin
5.
Berikan lingkungan yang melindungi bayi dari infekasi :
-
Lakukan cuci tangan sebelum menyentuh bayi
-
Ikuti protokol isolasi bayi
-
Lakukan tehnik steril saat melakukan prosedur pada bayi
Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
Tujuan : Mempertahankan integritas
kulit
Tindakan :
1.
Kaji kulit bayi terhadap kemerahan, iritasi, rashes,
dan lesi serta keadaan pada area kulit yang tertekan.
2.
Kaji tempat-tempat prosedur invasif pada bayi
3.
Berikan perawatan kulit setiap hari. Lindungi kulit bayi
dari kontak dengan agen pembersih atau plester.
Dx. 7. Gangguan sensori persepsi :
visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan
dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care
Tujuan : Mempertahankan stimulasi
sensori yang optimal tanpa berlebihan
Tindakan :
1.
Kaji kemampuan bayi memberikan respon terhadap
stimulus. Observasi :
-
Deficit neurologik
-
Kurangnya perhatian bayi terhadap stimulus
-
Tidak ada respon terhadap suara, kontak mata atau tidak
adanya refleks normal
-
Efek obat terhadap perkembangan bayi
2.
Berikan stimulasi visual :
-
Arahkan cahaya lampu pada bayi
-
Ayunkan benda didepan mata bayi
-
Letakkan bayi pada posisi yang memungkinkan untuk
kontak mata : tegakkan bayi
3.
Berikan stimulasi auditory :
-
Bicara pada bayi, lakukan dengan tekanan suara rendah
dan jelas
-
Panggil bayi dengan namanya, bicara pada bayi saat
memberikan perawatan
-
Bernyanyi, mainkan musik tape recorder atau hidupkan
radio
-
Hindari suara bising di sekitar bayi
4.
Berikan stimulasi tactile :
-
Peluk bayi dengan penuh kasih sayang
-
Berikan kesempatan pada bayi untuk menghisap
-
Sentuh bayi dengan benda lembut seperti saputangan atau
kapas
-
Berikan perubahan posisi secara teratur
5.
Berikan stimulasi gustatory dengan mendekatkan hidung
bayi ke payudara ibu atau ASI yang ditampung.
6.
Berikan periode istirahat dan tidur yang cukup.
Dx. 8. Deficit pengetahuan
(keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah
Tujuan :
1.
Informasikan orangtua dan keluarga tentang :
-
Proses penyakit
-
Prosedur perawatan
-
Tanda dan gejala problem respirasi
-
Perawatan lanjutan dan therapy
2.
Ajarkan orangtua dan keluarga tentang treatment pada
anak :
-
Therapy home oksigen
-
Ventilasi mekanik
-
Fisiotherapi dada
-
Therapy obat
-
Therapy cairan dan nutrisi
3.
Berikan kesempatan pada keluarga mendemontrasikan
perawatan pada bayinya
4.
Anjurkan keluarga terlibat pada perawatan bayi
5.
Ajarkan keluarga dan orangtua bagaimana menyeimbangkan
istirahat dan tidur dan bagaimana menilai toleransi bayi terhadap aktivitas.
ASFIKSIA
Penilaian bayi pada kelahiran
adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas
adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks
untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi
darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu.
Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan
menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin
dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi
tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.
Umumnya penilaian pada bayi
baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di Swedia tahun
1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara
sederhana yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat
terjadinya konsensus. Penilaian cara ini terutama untuk tingkat pelayanan
kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang essensial.
Tabel 2. Cara Menetapkan Nilai SIGTUNA
Yang
Dinilai
|
2
|
1
|
0
|
Nilai
|
Pernafasan
|
Teratur
|
Megap-megap
|
Tidak
ada
|
|
Denyut jantung
|
>
100/menit
|
<
100/menit
|
Tidak
ada
|
|
Jumlah nilai = Nilai SIGTUNA |
Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA
adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4, (b) asfiksia sedang
nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh
still birth” nilai 0.
Selama ini umumnya untuk
menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR.
Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan
harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot,
gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS nilai APGAR sangat
bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan
kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel
nilai APGAR hanya pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan
terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan indikator
maturitas tumbuh kembang bayi.
Penanganan asfiksia pada bayi
baru lahir bertujuan untuk menjaga jalan nafas tetap bebas, merangsang
pernafasan, menjaga curah jantung, mempertahankan suhu, dan memberikan obat
penunjang resusitasi. Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara
keseluruhan mengalami kematian 10 – 20 %, sedangkan 20 – 45 % dari yang hidup
mengalami kelainan neurologi. Kira-kira 60 % nya dengan gejala sisa berat.
Sisanya normal. Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi,
epilepsi, mikrocefalus, hidrocefalus dan lain-lain.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas
Data penunjang/Faktor
kontribusi :
Oksigenasi yang adekuat dari
bayi dipengaruhi banyak faktor seperti riwayat prenatal dan intrapartal, produksi mukus yang berlebihan, dan stress
karena dingin. Riwayat prenatal dan intrapartal yang buruk dapat mengakibatkan
fetal distress dan hipoksia saat masa adaptasi bayi. Pertukaran gas juga dapat
terganggu oleh produksi mucus yang berlebihan dan bersihan jalan nafas yang
tidak adekuat. Stress akibat dingin meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat
mengakibatkan acidosis sebagai efek dari metabolisme anaerobik.
Tujuan :
Jalan nafas bebas dari
sekret/mukus, pernafasan dan nadi dalam batas normal, cyanosis tidak terjadi,
tidak ada tanda dari disstres pernafasan.
Intervensi :
·
Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status
plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal, PIH atau Diabetes)
·
Review status intrapartal termasuk denyut jantung,
perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level PH, warna dan jumlah cairan
amnion.
·
Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada
ibu seperti Magnesium sulfat atau Demerol
·
Kaji respiratori rate
·
Catat keadaan nasal faring, retraksi dada,
respirasi grunting, rales atau ronchi
·
Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring
jika dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction
·
Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut
10 derajat.
·
Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti
dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan dengan unit pemanas
·
Amati intensitas tangisan
·
Catat pulse apikal
·
Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori
·
Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus
otot
Kolaborasi
·
Berikan oksigen melalui masker, 4 - 7 lt/menit
jika diindikasikan asfiksia
·
Berikan obat-obatan seperti Narcan melalui IV
·
Berikan terapi resusitasi
DAFTAR PUSTAKA
Markum, A.H., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
1991
Melson, Kathryn A & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health
Care Planning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse Pennsylvania , 1994
Wong,
Donna L., Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,
Fourth Edition, Mosby-Year Book Inc., St. Louis Missouri, 1990
Doenges, Marilyn E., Maternal/Newborn Care Plans : Guidelines
for Client Care, F.A. Davis Company, Philadelphia ,
1988
No comments:
Post a Comment