Wednesday, November 6, 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KARSINOMA RECTI

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN KARSINOMA RECTI

I.             KONSEP MEDIS


A.       Pengertian

Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian Recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.


B.        Insidens dan Faktor Risiko

Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang Recti terutama terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:

1.      Kebiasaan diet rendah serat.

2.      Polyposis familial

3.      Ulcerasi colitis

4.      Deversi colitis

 

C.       Patofisiologi

Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara pasti. Polip dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang mungkin berada di kolon. Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa menyebabkan kanker kolorektal.

Tumor-tumor pada Recti dan kolon asendens merupakan lesi yang pada umumnya berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau anak sebar. Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena.

Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma kolorektal dibagi atas 3 fase. Fase pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum menimbulkan keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga. Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan dan gejala tersebut berlangsung perlahan-lahan dan tidak sering, penderita umumnya merasa terbiasa dan menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya datang berobat dalam stadium lanjut.

D.       Gambaran Klinis

Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam peritoneum. Keluhan dan gejala sangat tergantung dari besarnya tumor.

Tumor pada Recti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon desendens dan juga karena dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma Recti menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon desendens yang lebih cepat menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.


E.        Diagnosis Banding

1.      Kolitis ulserosa
2.      Penyakit Chron
3.      Kolitis karena amuba atau shigella
4.      Kolitis iskemik pada lansia
5.      Divertikel kolon

F.        Prosedur Diagnostik

Untuk menegakkan diagnosa yang tepat diperlukan:

1.      Anamnesis yang teliti, meliputi:

§  Perubahan pola/kebiasaan defekasi baik berupa diare maupun konstipasi (change of bowel habit)

§  Perdarahan per anum

§  Penurunan berat badan
§  Faktor predisposisi:
o   Riwayat kanker dalam keluarga
o   Riwayat polip usus
o   Riwayat kolitis ulserosa
o   Riwayat kanker pada organ lain (payudara/ovarium)
o   Uretero-sigmoidostomi
o   Kebiasaan makan (tinggi lemak rendah serat)

2.      Pemeriksaan fisik dengan perhatian pada:

§  Status gizi

§  Anemia

§  Benjolan/massa di abdomen
§  Nyeri tekan
§  Pembesaran kelenjar limfe
§  Pembesaran hati/limpa
§  Colok rektum(rectal toucher)

3.      Pemeriksaan laboratorium

4.      Pemeriksaan radiologis

5.      Endoskopi dan biopsi

6.      Ultrasonografi

Uraian tentang prosedur diagostik dijelaskan lebih lanjut dalam fokus pengkajian keperawatan.

G.       Pengobatan

Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.
1.   Pilihan utama adalah pembedahan
2.   Radiasi pasca bedah diberikan jika:
a. sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
b. ada metastasis ke kelenjar limfe regional
c.    masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.
(Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
3.   Obat sitostatika diberikan bila:
a. inoperabel
b. operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
1.   Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
2.   Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3.   Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil yang memuaskan.

           

II.          FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A.       Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1.         Aktivitas/istirahat:
Gejala:
-       Kelemahan, kelelahan/keletihan
-       Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari.
-       Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi.
2.         Sirkulasi:
Gejala:
-   Palpitasi, nyeri dada pada aktivitas
Tanda:
-       Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah.
3.         Integritas ego:
Gejala:
-       Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (merokok, minum alkohol, menunda pengobatan, keyakinan religius/spiritual)
-       Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat, pembedahan)
-       Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda:
-       Menyangkal, menarik diri, marah.
4.         Eliminasi:
Gejala:
-       Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada defekasi
Tanda:
-       Perubahan bising usus, distensi abdomen
-       Teraba massa pada abdomen kuadran kanan bawah
5.         Makanan/cairan:
Gejala:
-       Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif dan bahan pengawet)
-       Anoreksia, mual, muntah
-       Intoleransi makanan
Tanda:
-       Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot
6.         Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
-       Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung proses penyakit
7.         Keamanan:
Gejala:
-       Komplikasi pembedahan dan atau efek sitostika.
Tanda:
-       Demam, lekopenia, trombositopenia, anemia
8.         Interaksi sosial
Gejala:
-       Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan)
-       Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
9.         Penyuluhan/pembelajaran:
-       Riwayat kanker dalam keluarga
-       Masalah metastase penyakit dan gejala-gejalanya
-       Kebutuhan terapi pembedahan, radiasi dan sitostatika.
-       Masalah pemenuhan kebutuhan/aktivitas sehari-hari

B.        Tes Diagnostik

Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan
Tujuan/Interpretasi Hasil

1.   Pemeriksaan laboratorium:

§  Tinja

 

§  CEA (Carcino-embryonic anti-gen)

 





2.   Pemeriksaan radiologis




3.   Endoskopi dan biopsi





4.   Ultrasonografi




Untuk mengetahui adanya darah dalam tinja (makroskopis/mikroskopis)
Kurang bermakna untuk diagnosis awal karena hasilnya yang tidak spesifik serta dapat terjadi psoitif/negatif palsu tetapi bermanfaat dalam mengevaluasi dampak terapi dan kemungkinan residif atau metastase.

Perlu dikerjakan dengan cara kontras ganda (double contrast) untuk melihat gambaran lesi secara radiologis.

Endoskopi dengan fiberscope untuk melihat kelainan struktur dari rektum sampai Recti. Biopsi diperlukan untuk menentukan jenis tumor secara patologi-anatomis.

Diperlukan untuk mengtahui adanya metastasis ke hati.





C.       Prioritas Keperawatan

1.   Dukungan proses adaptasi dan kemandirian
2.   Meningkatkan kenyamanan
3.   Mempertahankan fungsi fisiologis optimal
4.   Mencegah komplikasi
5.   Memberikan informasi tentang penyakit, perawatan dan kebutuhan terapi.

III.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.         Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
§  Peningkatan bunyi usus/peristaltik
§  Peningkatan defekasi cair
§  Perubahan warna feses
§  Nyeri/kram abdomen
2.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
§  Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk
§  Peningkatan bunyi usus
§  Konjungtiva dan membran mukosa pucat
§  Mual, muntah, diare
3.         Ansietas (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma)
Ditandai dengan:
§  Eksaserbasi penyakit tahap akut
§  Penigkatan ketegangan, distres, ketakutan
§  Iritabel
§  Fokus perhatian menyempit
4.         Koping individu tak efektif b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat)
Ditandai dengan:
§  Menyatakan ketidakmampuan menghadapi masalah, putus asa, ansietas
§  Menyatakan diri tidak berharga
§  Depresi dan ketergantungan
5.         Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.
Ditandai dengan:
§  Mengajukan pertanyaan, meminta informasi atau kesalahan pernyataan konsep
§  Tidak akurat mengikuti instruksi
§  Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah

IV.    INTERVENSI KEPERAWATAN

1.         Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Bantu kebutuhan defekasi (bila tirah baring siapkan alat yang diperlukan dekat tempat tidur, pasang tirai dan segera buang feses setelah defekasi).

2.   Tingkatkan/pertahankan asupan cairan per oral.

3.   Ajarkan tentang makanan-minuman yang dapat memperburuk/mencetus-kan diare.


4.   Observasi dan catat frekuensi defekasi, volume dan karakteristik feses.

5.   Observasi demam, takikardia, letargi, leukositosis, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.

6.   Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program terapi (antibiotika, antikolinergik, kortikosteroid).




Defekasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda sehingga perlu diantisipasi dengan menyiapkan keperluan klien.


Mencegah timbulnya maslah kekurangan cairan.

Membantu klien menghindari agen pencetus diare.



Menilai perkembangan maslah.


Mengantisipasi tanda-tanda bahaya perforasi dan peritonitis yang memerlukan tindakan kedaruratan.

Antibiotika untuk membunuh/menghambat pertumbuhan agen patogen biologik, antikolinergik untuk menurunkan peristaltik usus dan menurunkan sekresi digestif, kortikosteroid untuk menurunkan proses inflamasi.



2.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.



INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Pertahankan tirah baring selama fase akut/pasca terapi


2.   Bantu perawatan kebersihan rongga mulut (oral hygiene).

3.   Berikan diet TKTP, sajikan dalam bentuk yang sesuai perkembangan kesehatan klien (lunak, bubur kasar, nasi biasa)

4.   Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (roborantia)



5.   Bila perlu, kolaborasi pemberian nutrisi parenteral.



Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.

Meningkatkan kenyamanan dan selera makan.

Asupan kalori dan protein tinggi perlu diberikan untuk mengimbangi status hipermetabolisme klien keganasan.


Pemberian preparat zat besi dan vitamin B12 dapat mencegah anemia; pemberian asam folat mungkin perlu untuk mengatasi defisiensi karen amalbasorbsi.

Pemberian peroral mungkin dihentikan sementara untuk mengistirahatkan saluran cerna.






3.         Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma).

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.



2.   Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.


3.   Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim dialami oleh banyak orang dalam situasi klien saat ini.

4.   Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others) selama fase kecemasan dan pertahankan ketenangan lingkungan.

5.   Kolaborasi pemberian obat sedatif.


6.   Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien yang menunjukan kecemasan.


Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.

Mengidentifikasi faktor pencetus/pemberat masalah kecemasan dan menawarkan solusi yang dapat dilakukan klien.

Menunjukkan bahwa kecemasan adalah wajar dan tidak hanya dialami oleh klien satu-satunya dengan harapan klien dapat memahami dan menerima keadaanya.

Memobilisasi sistem pendukung, mencegah perasaan terisolasi dan menurunkan kecemsan.


Menurunkan kecemasan, memudahkan istirahat.

Menilai perkembangan masalah klien.



4.         Koping individu tak efektif (koping menyangkal/defensif/depresi/agresi) b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat).

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Bantu klien mengembangkan strategi pemecahan masalah yang sesuai didasarkan pada kekuatan pribadi dan pengalamannya.

2.   Mobilisasi dukungan emosional dari orang lain (keluarga, teman, tokoh agama, penderita kanker lainnya)

3.   Kolaborasi terapi medis/keperawatan psikiatri bila klien mengalami depresi/agresi yang ekstrim.


4.   Kaji fase penolakan-penerimaan klien terhadap penyakitnya (sesuai teori Kubler-Ross)


Penderita kanker tahap dini dapat hidup survive dengan mengikuti  program terapi yang tepat dan dengan pengaturan diet dan aktivitas yang sesuai

Dukungan SO dapat membantu meningkatkan spirit klien untuk mengikuti program terapi.

Terapi psikiatri mungkin diperlukan pada keadaan depresi/agresi yang berat dan lama sehingga dapat memperburuk keadaan kesehatan klien.

Menilai perkembangan masalah klien.




5.         Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan  belajar klien.

2.   Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/faktor risiko, dan dampak penyakit terhadap perubahan status kesehatan-sosio-ekonomi, fungsi-peran dan pola interaksi sosial klien.

3.   Jelaskan tentang terapi pembedahan, radiasi dan kemoterapi serta efek samping yang dapat terjadi

4.   Tekankan pentingnya mempertahan-kan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat.

Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.


Meningkatkan pengetahuan klien tentang masalah yang dialaminya.




Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien untuk mengikuti program terapi.


Penderita kanker yang mengikuti program terapi yang tepat dengan status gizi yang adekuat meningkatkan kualitas hidupnya. 


 


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta


Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta. 

No comments:

Post a Comment