Thursday, February 28, 2013

GAGAL NAFAS


GAGAL NAFAS

A.  Definisi
Gagal nafas adalah  ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. (Merenstein, 1995)
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. (Staf pengajar ilmu kesehatan anak, 1985)
B.   Etiologi
1.      Faktor predisposisi
Terjadinya gagal nafas pada bayi dan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda dengan orang dewasa, yaitu :
1.      Struktur anatomi
a.       Dinding dada
Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang kurang kokoh, letak iga lebih horisontal dan pertumbahan otot interkostal yang belum sempurna, menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas.
b.      Saluran pernafasan
Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dengan dewasa. Besar trakea neonatus 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus ½ dewasa, sedangkan ukuran tubuh dewasa 20 kali neonatus. Akan tetapi bila terjadi sumbatan atau pembengkakan 1 mm saja, pada bayi akan menurunkan luas saluran pernafasan 75 %. 
c.       Alveoli
Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan ‘ elastic recoil ’ untuk mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relatif lebih besar dan mudah kolaps. Dengan makin besarnya bayi, jumlah alveoli akan bertambah sehingga akan menambah ‘ elastic recoil’.
2.      Kerentangan terhadap infeksi
Bayi kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, pada anak kerentangan terhadap infeksi traktus respiratorius merupakan faktor predisposisi gagal nafas.
3.      Kelainan konginetal
Kelainan ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau organ lain yang berhubungan dengan alat pernafasan.
4.      Faktor fisiologis dan metabolik
Kebutuhan oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar daripada dewasa. Bila terjadi infeksi, metabolisme akan meningkat mengakibatkan kebutuhan oksigen meningkat. Kebutuhan oksigen tersebut di capai dengan menaikkan usaha pernafasan, dengan akibat pertama adalah kehilangan kalori dan air; Kedua dibutuhkan kontraksi otot pernafasan yang sempurna. Karena pada bayi dan anak kadar glikogen rendah, maka dengan cepat akan terjadi penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme anaerib akibatnya terjadi asidosis.

2.      Sebab gagal nafas
Jenis penyakit penyebab gagal nafas pada bayi / anak
penyebab
Bayi / Anak
Jalan nafas bagian atas :
Faring



Laring





Trakea

Jalan nafas bagian bawah

 Bronkus/bronkiolus



 Alveoli





 Kompresi pulmonal



Susunan saraf


Makroglosis
Hipertropi tonsil


Laringotrakeobronkitis
Epiglotis akut
Laringitis difterika
Edema/stenosis pasca intubasi


Benda asing




Bronkiolitis
Status asmatikus


Pneumonia
Kelainan jantung bawaan
Trauma
Luka bakar


Pneumonia
Trauma dada


Trauma
Ensefalitis
Takaran obat berlebihan
Status epileptikus
Sindrom Guillain-Barre
Dikutip dari Brown dan Fisk, Anesthesia for Children, Intensive Care
    aspeect, Blackwell Scientific Publ (1979)


C.  Patofisiologi dan Pathway
Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan pernafasan yaitu obstruksi saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps alveolus. Apabila seorang anak menderita infeksi saluran nafas maka akan terjadi :
1.      Sekresi trakeobronkial bertambah
2.      Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas
3.      aliran darah pulmonal bertambah
4.      ‘metabolic rate’ bertambah
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos maka lumen saluran nafas berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan terperangkapnya udara dibagian distal sumbatan yang akan menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2 menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja pernafasan yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan timbulnya asidosis. Hipoksia dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi alveolus terganggu sehingga terjadi depresi pernafasan, bila berlanjut akan menyebabkan kegagalan pernafasan dan akirnya kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang menyebabkan tahanan alveolus bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih berat, beban jantung bertambah dan akirnya menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan permiabilitas kapiler bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan bronkokontriksi dan ‘metabolic rate’ yang bertambah, terjadinya edema paru. Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya gangguan ventilasi dan oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan gagal nafas.


D.  Manifestasi klinik
Umum                    : kelelahan, berkeringat
Respirasi                 : wheezing, merintih, menurun/menghilangnya suara nafas,
   cuping  Hidung retraksi, takipnea, bradipnea atau apnea,
   sianosis.
Kardiovaskuler       : bradikardia atau takikardia hebat, hipotensi/hipertensi,
 pulsus  Paroksus 12 mmHg, henti jantung.
 Serebral                   : gelisah, iritabilitas, sakit kepala, kekacauan mental,
 kesadaran  Menurun, kejang, koma.
E.  Pemeriksaan penunjang
Pengenalan dini gagal nafas sulit diketahui secara klinis, pemeriksaan laboratorium yang terpenting untuk membantu diagnosa gagal nafas ialah pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui keadaan oksigenasi, ventilasi dan keseimbangan asam basa, saturasi O2 dan pH darah.
Pada pemeriksaan BGA pada gagal nafas akan didapat Hipoksemia, hiperkapnia, asidosis (respiratorik atau metabolik).

F.   Pengkajian keperawatan.
a.   Riwayat keluarga
·   Riwayat keluarga tentang alergi dan penyakit keturunan
·   Riwayat pasien tentang gangguan petnafasan yang baru diderita, terkena infeksi, adanya alergi/iritasi, trauma.
b.  Kaji keadaan dada
·   Kaji suara nafas dan suara nafas tambahan
·   Kaji adanya pembesaran anterior / posterior ukuran dada
·   Kaji peningkatan dan penurunan taktil fremitus
·   Kaji adanya retraksi otot supraklafikula, interkosta / subkostal
·   Kaji adanya hyperesonan (adanya distensi alveoli)
·   Kaji adanya ekspirasi yang memanjang.
c.   Observasi pernafasan :
·   Frekuensi
Kaji adanya takipnue, normal, bradipnue
·   Kedalaman
Normal, terlalu lambat (hypopnea), terlalu dalam (hyperpnea)
·   Kelancaran
Kurang usaha, dypnea, ortopnea berhubungan dengan adanya retraksi interkostal / substernal, adanya wheezing, pulsus paradoxus (tekanan darah turun saat inspirasi dan tekanan darah naik dengan ekspirasi)
·   Labored breating
Terus menerus, intermitten, secara tiba – tiba, kelelahan dalam usaha pernafasan.
·   Tanda – tanda infeksi
Peningkatan suhu tubuh, pembesaran nodus limfa, inflamasi membran mukus, keluarnya cairan purulen dari hidung dan kuping, adanya sputum yang purulen.
·   Batuk
Kaji karakteristik batuk (produktif/kering) kapan waktu terjadinya batuk (hanya malam hari/setiap waktu), frekuensi batuk yang berkaitan dengan aktivitas dan suhu.
·   Wheezing
Kapan terjadinya wheezing; saat inspirasi / ekspirasi, apakah memanjang, terjadi secara tiba-tiba/berlahan-lahan.
·   Sianosis
Catat distribusi sianosis (periperal, daerah bibir, wajah), derajat, durasi, keterkaitan dengan aktivitas.
·   Nyeri dada
Terjadi pada anak – anak catat lokasi, penyebaran ke leher/abdomen, dalam/dangkal.

·   Sputum
Pasien anak – anak dapat mengeluarkan sputum pada bayi diperlukan section untuk mendapatka sempel, catat volume, warna, bau, viskositas.
·   Adanya pernafasan yang buruk
Berhubungan dengan infeksi pernafasan.
d.      Kaji tanda terjadinya hipoxia
o   Hypotensi/hypertensi
o   Dyspnea
o   Bradikardi
o   Sianosis : perifer / sentral
o   Somnolen
o   Stupor
o   Coma

H.  Diagnosa keperawatan dan Intervensi keperawatan
1.      Gangguan pertukaran gas b/d perubahan suplay oksigen, perubahan aliran darah ke pulmonal.
Kriteria hasil :
Anak menunjukkan peningkatan kapasitas ventilasi dan pertukaran gas.
Intervensi :
o   Beri posisi yang dapat memaksimalkan ekspansi paru; tinggikan kepala selama tidak ada kontraindikasi, cek secara teratur posisi klien.
o   Pertahankan jalan nafas tetap terbuka, hindari hyperektensi leher gunakan ‘sniffing’ posisi, anjurkan anak untuk mengeluarkan sputum.
o   Beri bantuan oksigen
o   Jika perlu pertahankan anak tetap puasa
o   Kaji warna kulit
o   Observasi usaha nafas : Observasi pergerakan dada, kembang kempis dada dan penggunaan otot bantu pernafasan
o   Monitor BGA

2.      Resiko tinggi terjadi kematian b/d obstruksi jalan nafas.
Kriteria hasil :
Anak dapat bernafas, jalan nafas terbuka.
Intervensi :
o   Singkirkan penghalang (sekret) yang dapat menghalangi pertukaran udara (jika mungkin)
o   Hindari situasi yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atau aktivitas yang memerlukan kebutuhan oksigen yang berlebihan.
o   Siapkan peralatan emergensi
o   Lakukan managemen emergensi jalan nafas (RJP) sesuai prosedur
3.      Gangguan proses keluarga b/d krisis situasi (penyakit serius pada anak)
Kriteria hasil :
Keluarga menunjukkan paham tentang penyakit anak dan dapat menggunakan koping yang efektif.
Intervensi :
o   Beri informasi kepada keluarga tentang proses penyakit pada anaknya
o   Terangkan tentang prosedur dan terapi yang diberikan
o   Beri informasi tentang kondisi anak
o   Anjurkan untuk mengekpresikan perasaan keluarga khususnya tentang kondisi dan prognosis anak.
o   Susun suport sistem keluarga.
4.      Intoleransi aktivitas b/d distress pernafasan
            Kriteria hasil  : anak mampu melakukan aktivitas tanpa merasa kelelahan.
            Intervensi       :
o   Kaji tingkat kemampuan aktivitas anak
o   Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
o   Atur posisi anak seseuai kebutuhan
o   Berikan periode istirahat dan hindari hal – hal yang melelahkan anak.



LAMPIRAN

BANTUAN HIDUP DASAR PEDIATRIK
Langkah – langkah tindakan resusitasi dapat dibagi menjadi tiga tahap :
Tahap I            : Bantuan hidup dasar (BHD),  terdiri atas :
                          A (Airway)    : menguasai jalan nafas
                          B (Breathing): membuat nafas buatan
                          C (Circulation) : membuat aliran darah buatan

Tahap II          : Bantuan hidup lanjutan (BHL), terdiri dari :
                          D (Drug)       : pengobatan dengan cairan dan obat
                          E (EKG)       : melakukan pemantauan dengan alat
                                                  elektrokardiografi
                          F (Fibrilasi)   : menilai pengobatan dengan defibrilator (untuk
                                                  fibrilasi  ventrikel)

Tahap III         : Bantuan hidup jangka panjang (BHJP), terdiri dari :
  G (Gauging)  : menilai keadaan korban masih dapat diselamatkan
                          atau   tidak   
  H (Human mentatiaon) : melakukan resusitasi lanjutan dengan
      orientasi   Otak
  I (Intensive care) : mengelola korban secara intensif


PENGKAJIAN
1.      Jika curiga trauma kepala, jangan pindahkan atau gerakkan kepala/leher anak.
Hindari memindahkannya kalau anak tidak dalam bahaya injuri lebih lanjut, jika anda akan membalikkan anak gulingkan kepala dan torso sebagai satu unit, dukung kepala dan leher untuk mencegah pergerakan yang dapat menyebabkan injuri lebih lanjut.
2.      Coba untuk membangunkan anak.
Tepuk anak dan panggil namanya dengan keras atau kibaskan ujung kakinya dan lihat adanya respon / pergerakan.
3.      Segera cari bantuan.
4.      Jika anak tetap tidak berespon, mulai lakukan CPR segera dengan membuka jalan nafas anak.
5.      Jika ada orang lain bersama anda, minta untuk menelpon 118 (gawat darurat) untuk minta bantuan.
Jika anda sendirian tetaplah memulai RJP secepatnya, tidak usah berhenti untuk menelpon 118, lakukan RJP selama 1 menit, lalu telepon 118 gawat darurat secepatnya.

A = AIRWAY (JALAN NAFAS)
1.      Tempatkan anak dengan posisi telentang (dengan punggung) pada permukaan yang keras dan rata.
2.      Posisi kepala dengan tepat dan buka jalan nafas dengan meletakkan tangan penolong pada dahi dan letakkan jari (bukan ibu jari) dari tangan yang lain dibawah tulang rahang bawah dekat pertengahan dagu.
Hati – hati, jangan terlalu mendorong dahi terlalu jauh kebelakang  atau memberikan tekanan terlalu kuat pada rahang bagian bawah.
Pastikan bibir anak terbuka, kemudian angkat dan miringkan sedikit  kepala kebelakang untuk menposisikan titik langit – langit hidung agar memudahkan pemberian O2.  Posisi ini penting untuk mengalirkan udara masuk batang tenggorokan kemudian menuju ke paru-paru.
3.      Jika terdapat muntahan, bersihkan mulut anak sebelum memberikan bantuan pernafasan.
4.      Bersihkan sekret atau muntahan dengan jari atau spuit balon setelah memiringkan kepala anak.
Jika menggunakan spuit balon, peras dulu sebelum meletakkannya kedalam mulut, kemudian lepaskan tekanan balon untuk memindahkan meterial.
a. Jika penolong melihat objek (sekret atau muntahan), masukkan tangan lain   ke dalam mulut.
b.Gerakkan / pindahkan jari ke arah anda ke dalam bagian belakang tenggorokan. Tindakan ini akan membantu membuang benda asing.

B = BREATING (PERNAFASAN)
5.      Jika mulut sudah bersih, kembalikan posisi kepala dan obserfasi dada untuk mengetahui apakah anak mulai bernafas. Tempatkan telinga penolong dekat dengan mulut anak dan lihat, dengarkan, rasakan nafas anak selama 3 – 5 detik.
6.      Jika anak tidak mulai bernafas, penolong harus memberikan  bantuan nafas pada anak.
a.       Buka lebar mulut anak, tutup hidung dengan jari dan tutup mulut anak dengan mulut anda.
b.      Beri 2 tiupan pelan sekitar 1- 1 ½ detik lamanya, berhenti sebentar untuk menarik nafas.
Setiap tiupan nafas harus cukup untuk mengangkat atau mengembangkan dada.
7.      Jika penolong tidak melihat pengembangan dada, kembalikan posisi kepala dan coba lagi.
Setelah reposisi kepala, jika anda tetap tidak melihat pengembangan dada, ikuti untuk perawatan anak tersedak.
8.      Jika anak muntah, miringkan kepala dan bersihkan mulut dengan jari atau dengan spuit balon.

C = CIRCULATION (SIRKULASI)
9.      Setelah memberikan 2 tiupan nafas dan melihat pengembangan dada, jika anak belum bernafas periksa nadi anak.
10.  Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah anda dengan ringan pada lengan   bagian dalam  dekat tubuh anak. Rasakan selama 5 detik. Lakukan ini sebelum kasus menjadi lebih gawat.
11.  Jika  terdapat nadi tetapi tidak ada pernafasan, teruskan berikan nafas bantuan sampai anak mulai bernafas.
Pada banyi, anak 1 – 8 tahun,  kecepatan kira-kira 1 kali nafas setiap 3 detik atau 20 kali per menit.
Bantuan pernafasan merupakan hal yang diperlukan agar dapat mulai bernafas kembali.
Jika sudah dapat bernafas, lihat langkah nomor 18.
12.  Lakukan RJP (kompresi jantung) jika tidak ada nadi.
13.  Berikan posisi yang tepat untuk melakukan kompresi jantung.
Gunakan satu tangan untuk memegang kepala anak pada posisi yang benar. Gunakan  tangan lain, tarik garis imajinsi yang menghubungkan putting anak dan letakkan 2 jari pada titik di bawah garis imajiner pada tulang rusuk.
14.  Gunakan jari tengah dan kelingking, tekan pada tulang rusuk dengan jarak ½ - 1 inci ulangi tekan 5 kali. Setiap setelah 5 kali kompresi berhenti dan beri anak 1 kali bantuan nafas.
15.  Tekan dada kurang lebih 100 kali per menit.
Untuk menghindari tidak terlalu cepat hitung 1, 2, 3, 4, 5 dikepala anda.
16.  Setelah sekitar 1 menit, berhenti dan periksa anak untuk melihat apakah anak mulai bernafas atau nadi muncul.
Panggil nomor darurat 118 jika anda sendiri.
Jika anda akan memindahkan anak untuk mendapatkan bantuan/menghindari bahaya, usahakan untuk tidak menghentikan RJP lebih dari 5 detik.
17.  RJP dapat dihentikan jika setelah satu ini muncul :
a.       Anak mulai bernafas dan detak jantung mulai kembali normal.
b.      Anda digantikan oleh orang lain yang dapat melakukan CPR.
c.       Anda memperoleh bantuan medis dan sudah dimulai tindakan lain.
d.      Anda kelelahan.


18.  Posisi pemulihan (Recovery Position).
Jika anak mulai bernafas sendiri dan tidak dicurigai adanya injuri, letakkan anak dengan posisi miring dengan kepala direbahkan pada lengan dan dengan tungkai sebelah atas ditekuk lututnya dan istirahatkan pada permukaan yang kuat dan rata.
Catat gambaran yang terlihat dan segera telepon 118.
























BAB 1V

PEMBAHASAN

            Penyebab gagal nafas pada An A adalah kejang yang dialami selama +  5-10 menit yang disebabkan oleh panas tinggi yang tidak tertangani secara tepat sehingga menyebabkan spasme otot pernafasan yang menyebabkan  kebutuhan oksigen tidak dapat terpenuhi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan penyebab dari gagal nafas antara lain: gangguan jalan nafas bagian atas, gangguan jalan nafas bagian bawah serta gangguan susunan saraf.
            Proses terjadinya gagal nafas pada kejang adalah pada keadaan demam kenaikan suhu tubuh 1° C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan oksigen 20 – 60 %. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran  sel neuron dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut sehingga dapat mengakibatkan lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel  tetangganya dengan bantuan neurotransmiter sehingga menyebabkan kejang. Kejang yang lama (>10 menit) dapat menyebabkan spasme otot pernafasan sehingga menimbulkan apnue dan gagal nafas.
            Masalah keperawatan yang utama pada gagal nafas adalah gangguan pertukaran gas, dimana proses terjadinya adalah sebagai berikut Gagal nafas dapat menyebabkan kegagalan ventilasi sehingga menyebbakan gangguan difusi dan retensi CO2 yang menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnea yang menyebabkan gangguan ventilasi alveolus, hipoventilasi alveoli sehingga pertukaran gas (oksigen) dalam tubuh terganggu. 
            Masalah keperawatan yang kedua adalah peningkatan suhu tubuh, peningkatan suhu tubuh ini yang menyebabkan terjadinya kejang pada anak A. menurut teori proses terjadinya kejang yang disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh adalah sebagai berikut kenaikan suhu tubuh 1° C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan oksigen 20 – 60 %. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak  yang menderita kejang pada suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu tubuh 38°C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang dapat terjadi pada suhu tubuh 40 °C atau lebih. Pada An A saat sebelum kejang suhu tubuh 39,4°C. berdasarkan hal tersebut prioritas penatalaksanaan berikutnya adalah menurunkan suhu tubuh untuk mencegah terjadinya kejang ulang.
            Masalah keperawatan yang ketiga adalah perubahan proses keluarga b.d krisis situasi yang disebabkan karena penyakit yang serius pada anak. Kecemasan yang dialami oleh keluarga dapat disebabkan karena ketidaktahuan tentang kondisi yang dialami oleh pasien sehingga Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah memberikan penjelasan tentang keadaan yang dialami oleh klien, menjelaskan tentang tujuan prosedur yang akan dilakukan, sehingga didiharapkan dengan menurunkan kecemasan yang dialami oleh keluarga.

















BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
      Gagal nafas merupakan suatu kegawatan yang memerlukan penanganan secara cepat, tepat dan komprehensif dengan prioroitas ABC sebagai pedoman penanganan. Penyebab dari gagal nafas juga harus dikelola secara tepat sehingga gagal nafas dapat dicegah.
      Masalah keperawatan pada gagal nafas yang ditemukan pada anak A adalah gangguan pertukaran gas, peningkatan suhu tubuh dan perubahan proses keluarga. Peningkatan suhu tubuh pada anak A merupakan penyebab terjadinya kejang yang menyebabkan terjadinya gagal nafas, berdasarkan hal tersebut tindakan keperawatan untuk menurunkan suhu tubuh sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kejang berulang yang dapat menyebabkan kejang. 
B.    Saran
      Dalam melakukan penanganan gagal nafas, terutama dalam penanganan A (mempertahankan jalan nafas)  harus diperhatikan posisi tidur pasien, yaitu dalam posisi sniffing position, dengan cara posisi terlentang dengan meletakkan ganjalan dibawah bahu. Posisi yang tepat dapat dapat mencegah jatuhnya lidah kebelakang sehingga dapat menekan dinding farink bagian belakang yang akan menutupi jalan nafas..
      Dalam penanganan B (pemberian bantuan pernafasan)  harus diperhatikan cara memberikan VTP secara tepat, yaitu tekanan positif diberikan sesuai dengan irama pernafasan penderita, yaitu saat terjadinya inspirasi.
readmore...

ASKEP THALASEMIA



THALASEMIA



A.    PENGERTIAN

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin.

Macam – macam Thalasemia :
1.      Thalasemia beta
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a.       Thalasemia beta mayor
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama        kehidupan.Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.    
b.      Thalasemia Intermedia dan minor
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.
2.      Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a

B.     ETIOLOGI

Faktor genetik

C.    PATOFISIOLOGI

      Hemoglobin paska kelahiran yang  normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).

D.    MANIFESTASI KLINIS

Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin  (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1.      Letargi
2.      Pucat
3.      Kelemahan
4.      Anoreksia
5.      Sesak nafas
6.      Tebalnya tulang kranial
7.      Pembesaran limpa
8.      Menipisnya tulang kartilago

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ø  Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
Ø  Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
Ø  Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
Ø  Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.

F.     PENATALAKSAAN

1.      Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
2.      Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.
3.      Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
4.      Transplantasi sumsum tulang  biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.



G.    PENGKAJIAN

1.      Pengkajian Fisik
Ø  Melakukan pemeriksaan fisik.
Ø  Kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia dan riwayat penyakit tersebut dalam keluarga.
Ø  Observasi gejala penyakit anemia.
2.      Pengkajian Umum
Ø  Pertumbuhan yang terhambat
Ø  Anemia kronik.
Ø  Kematangan seksual yang tertunda.
3.      Krisis Vaso-Occlusive
Ø  Sakit yang dirasakan
Ø  Gejala yang berkaitan dengan ischemia dan daerah yang berhubungan.
-          Ekstremitas: kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang menjalar.
-          Abdomen : sakit yang sangat sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan
-          Cerebrum  : stroke, gangguan penglihatan.
-          Pinggang   : gejalanya seperti pada penyakit paru-paru basah.
-          Liver         : obstruksi jaundise, koma hepatikum.
-          Ginjal        : hematuria.
Efek dari krisis vaso-occclusive kronis adalah:
Ø  Hati: cardiomegali, murmur sistolik
Ø  Paru-paru: gangguan fungsi paru-paru, mudah terinfeksi.
Ø  Ginjal: ketidakmampuan memecah senyawa urin, gagal ginjal.
Ø  Genital: terasa sakit, tegang.
Ø  Liver: hepatomegali, sirosis.
Ø  Mata: ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menyebabkan kebutaan.
Ø  Ekstremitas: perubahan tulang-tulang terutama bisa membuat bungkuk, mudah terjangkit virus salmonela osteomyelitis.

H.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen , dehidrasi.
2.      Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
3.      Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.

I.       INTERVENSI KEPERAWATAN

1.      Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidaknormalan hemoglobin, penurunan oksigen, dehidrasi.
Tujuan:
a.       Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
Ø  Intervensi keperawatan:
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan eksersi fisik dan stres emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
-          Jangan sampai terjadi infeksi
-          Jauhkan dari lingkungan yang beroksigen rendah.
Ø  Hasil yang diharapkan:
Hindarkan anak dari situasi yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam otak.


b.      Jaga agar anak tidak mengalami dehidasi
Ø  Intervensi keperawatan.
1)      Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan minimum cairan anak; infus.
      Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
2)      Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika ada latihan fisik atau stress dan selam krisis.
      Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
3)      Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan kebutuhan cairan yang spesifik.
      Rasional: untuk mendorong complience.
4)      Dorong anak untuk banyak minum
      Rasional: untuk mendorong complience.
5)      Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda dehidrasi
      Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
6)      Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
Ø  Hasil yang diharapkan:
      Anak banyak minum dan jumlah cairan terpenuhi sehingga tidak terjadi dehidarsi.
c.       Bebas dari infeksi
Ø  Intervensi keperawatan
1)      Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang rutin, termasuk vaksin pneumococal dan meningococal; perlindungan dari sumber – sumber infeksi yang diketahui; pengawasan kesehatan secara berkala.
2)      Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab dengan segera.
      Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
3)      Beri terapi antibiotika
      Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.
Ø  Hasil yang diharapkan:
      Anak terbebas dari infeksi.
d.      Menurunnya resiko yang berhubungan dengan efek pembedahan.
Ø  Intervensi keperawatan
1)          Jelaskan pentingnya transfusi darah
        Rasional: untuk meningkatkan konsentrasi Hb A
2)          Jaga anak agar tidak dehidrasi   
3)          Bujuk anak agar tidak tegang.
        Rasional: Kecemasan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
4)          Beri anlgesik
        Rasional: agar anak merasa nyaman dan menurunkan respon cemas.
5)          Mencegah kegiatan yang tidak perlu
        Rasional: untuk mencegah penambahan kebutuhan oksigen.
6)          Jaga bersihan jalan nafas postoperasi
        Rasional: untuk mencegah infeksi
7)          Lakukan latihan ROM pasif
        Rasional: untuk memacu sirkulasi.
8)          Kolaborasi untuk pemberian oksigen
        Rasional: untuk menambah kadar hemoglobin.
9)          Obsevasi tanda – tanda infeksi.
        Rasional: agar dapat cepat ditangani.
Ø  Hasil yang diharapkan:
      Ketika anak dioperasi tidak mengalami krisis.



2.      Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)
Ø  Tujuan:
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak
Ø  Intervensi keperawatan:
1)      Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus – menerus meskipun tidak dibutuhkan.
      Rasional: untuk mencegah sakit.
2)      Kenali macam – macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi mungkin diperlukan.
      Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.
3)      Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara medis diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi.
      Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena sugesti mereka.
4)      Beri stimulus panas pada area yang dimaksud karena area yang sakit
5)      Hindari pengompresan dengan air dingin
      Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi
Ø  Hasil yang diharapkan:
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak.
3.      Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak. 
Tujuan:
                          a.     Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit tersebut
Ø  Intervensi keperawatan:
1)      Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari pengukuran – pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
2)      Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan kesehatan, penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang tepat.
3)      Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama demam, pucat dan gangguan pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
4)      Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan pendidikan kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga mereka.
      Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
5)      Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
      Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.
Ø  Hasil yang diharapkan:
      Anak dan keluarga dapat benar – benar mengetahui tentang penyakit si       anak secara etiologi dan terapi – terapinya.
                         b.     Agar menerima dorongan yang cukup.
Ø  Intervensi keperawatan:
1)      Mengacu pada organisasi yang terpercaya.
      Rasional: Untuk mendukung proses perawatan.
2)      Daftarkan anak pada klinik anemia
      Rasional: untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
3)      Selalu waspada terhadap suatu keluarga bila 2 atau lebih anggota keluarganya terjangkit penyakit ini.
Ø  Hasil yang diharapkan:
      Keluarga dapat mengambil manfaat dari layanan tersebut dan abnak dapat menerima perawatan dari fasilitas yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA


Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius, 2000

Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F. Maulany. Jakarta : EGC, 1996.

Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, 2001.

Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical Manual Pediatric Nursing. Fourth edition. St. Louis : Mosby Year Book, 1996.

Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing Care. St. Louis : Mosby Company, 2002.


CHEKLIST PENGKAJIAN SISTEM  HEMATOLOGI

PADA KLIEN DENGAN THALASEMIA



A.    Data umum

1.                                                                                      Nama           :
2.                                                                                      Umur           :
3.                                                                                      Jenis kelamin           :
4.                                                                                      Latar belakang suku            :
5.                                                                                      Latar belakang budaya        :

B.     Riwayat penyakit

1.      Riwayat Penyakit sekarang
a.       Keluhan utama      :
b.      Alasan masuk RS  :
2.      Riwayat penyakit dahulu
3.      Penampilan umum
Pucat                                                  
Tanda nyeri
Bentuk tubuh abnormal
Dehidrasi
4.      Tanda – tanda Vital
Tekanan darah         :
Nadi                        :
Suhu                        :
Pernafasan               :
Perubahan BB         :
Perubahan TB         :

C.    Pengkajian system integumen

1.      Kulit dan membran mukosa
Pucat                                                
Sianosis
Joundice
Lesi yang sulit sembuh
Pigmentasi
Koreng pada tungkai
Kulit tangan dan kaki mengelupas
2.      Kuku
Cembung
Datar
Mudah patah
Clubbing
3.      Rambut
Tekstur
Pertumbuhan
4.      Mata
Edema
Kemerahan
Perdarahan
Ketidaknormalan lensa
Gangguan penglihatan
Kebutaan

D.    Pengkajian system Gastrointestinal

1.      Gangguan
Mual
Muntah
Kesulitan menelan
Anoreksia
Penurunan BB
2.      Mulut
Membran mukosa kemerahan
Luka
3.      Lidah
Nyeri
Tekstur
Ada papil
Ada alur/garis
Warna
4.      Perut
Splenomegali
Hepatomegali
Adanya nyeri
Sirosis

E.     Pengkajian system kardiovaskuler
Aritmia
Murmur
Gagal jantung
Nyeri
Nafas pendek
Kelelahan

F.     Pengkajian system respiratori

Sesak nafas
Perubahan suara nafas

G.    Pengkajian system muskuloskeletal

1.      ROM
2.      Tulang
Nyeri
Kaku
Bengkak
Penipisan kortek tulang panjang
Penipisan tulang kartilago
Penebalan tulang kranial
3.      Jaringan lunak
Edema
Abses

H.    Pengkajian system genitourinaria

Hematuri
Inkontinensia
Menstruasi yang berlebihan
Nyeri/sakit

I.       Pengkajian system neurology

Pusing
Kelemahan
Sulit tidur
Perubahan perilaku
Mati rasa/kaku




J.      Riwayat yang berhubungan dengan latar belakang

1.      Penyakit atau kondisi yang menyertai

Sakit berulang

Proses infeksi
Gangguan hati, ginjal, jantung
2.      Riwayat keluarga
Anemi
3.      Riwayat sosial
Orang tua yang terpapar zat radioaktif
4.      Riwayat pengobatan
Penggunaan obat dalam waktu lama

K.    Diagnosa penunjang

1.      Laborat
Tes darah lengkap       :
Tes darah putih           :
Hematokrit                  :
Hemoglobin                :




readmore...